Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait vonis bebas Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin merupakan eks terpidana kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro menerangkan, penolakan itu dilakukan setelah pihaknya menelaah permohonan upaya hukum yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Menurutnya, permohonan tersebut tidak memenuhi syarat formil.
"Berdasarkan hal tersebut, maka berkas perkara permohonan PK atas nama Syafruddin Arsyad Temenggung dikirim kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ucap Andi, kepada wartawan, Senin (3/8).
Adapun syarat formil yang dimaksud, tidak memenuhi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 33/PUU-XIV/2016, dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) bernomor 04/2014. "Surat pengantar pengiriman berkas permohonan PK tersebut bertanggal 16 Juli 2020," tutur dia.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah dikabarkan mengajukan PK atas vonis bebas Syafruddin Asryad Temenggung ke MA. Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu dibebaskan MA, dalam kasus korupsi penerbitan SKL BLBI terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Permohonan itu diajukan lantaran Komisi Yudisial (KY), telah menyatakan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi, Syamsul Rakan Chaniago, terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim. Hal tersebut, diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap yang bersangkutan oleh KY.
Syamsul Rakan merupakan salah satu majelis hakim yang mengabulkan permohonan kasasi terpidana Syafruddin pada 9 Juli 2019.
Dalam putusan KY, Syamsul Rakan terbukti melangsungkan pertemuan dengan pengacara Syafruddin Arsyad Temenggung, Ahmad Yani. Pertemuan dilakukan di Plaza Indonesia, pada 28 Juni 2019 pukul 17.38 WIB sampai dengan pukul 18.30 WIB.
Syamsul Rakan Chaniago, dijatuhi hukuman berupa hakim nonpalu selama 6 bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 - 02 /BP/P-KY/09/2012. Hukuman nonpalu itu efektif sejak Syamsul menerima pemberitahuan dari MA.