close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Borok adanya jual beli putusan di pengadilan seperti sudah menjadi rahasia umum. Perkara kecil hingga kakap, tak luput dari mafia hukum di negeri ini. / Pixabay
icon caption
Borok adanya jual beli putusan di pengadilan seperti sudah menjadi rahasia umum. Perkara kecil hingga kakap, tak luput dari mafia hukum di negeri ini. / Pixabay
Nasional
Kamis, 29 November 2018 03:20

Mafia jual beli putusan perkara di pengadilan

Borok adanya jual beli putusan di pengadilan seperti sudah menjadi rahasia umum. Perkara kecil hingga kakap, tak luput dari mafia hukum.
swipe

Borok adanya jual beli putusan di pengadilan seperti sudah menjadi rahasia umum. Perkara kecil hingga kakap, tak luput dari mafia hukum di negeri ini.

Teranyar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka terkait suap penangangan perkara perdata akuisisi korporasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Hakim PN Jakarta Selatan terkait perkara yang ditanganinya di PN Jakarta Selatan tahun 2018, maka KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 5 orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alex Marwata, Rabu (28/11). 

Adapun lima orang tersangka tersebut adalah Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Iswahyu Widodo, Hakim PN Jaksel Irwan dan Panitera Pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan yang diduga sebagai pihak penerima suap. Sedangkan seorang advokat Arif Fitrawan dan swasta Martin P. Silitonga diduga sebagai pemberi. 

Alex menjelaskan, uang suap tersebut diperuntukkan untuk mempengaruhi keputusan Hakim Iswahyu terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT Asia Pacific Mining Resources (APMR) di PN Jaksel tahun 2018. 

"Selama proses persidangan, diindikasikan pihak penggugat melakukan komunikasi dengan MR (Muhammad Ramadhan) sebagai pihak yang diduga sebagai perantara untuk Majelis hakim (Iswahyu Widodo) yang menangani perkara di PN Jakarta Selatan," tuturnya. 

Perkara perdata tersebut didaftarkan di PN Jakarta Selatan pada tanggal 26 Maret 2018 dengan nomor perkara 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel dengan para pihak, yaittu penggugat Sdr. Isrulah Achmad dan tergugat WIIIIem J.V. Dongen turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali, yaitu gugatan perdata pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2018.

KPK juga menduga aliran dana ini terjadi lewat beberapa tahapan. Pertama, tanggal 22 November 2018 terjadi transaksi transfer dari Martin P. Silitonga ke rekening Mandiri atas nama Arif Fitrawan sebesar Rp500 juta. 

Kedua, tanggal 27 November 2018 Arif melakukan penarikan sebesar total Rp500 juta di kantor cabang Mandiri. Ketiga, tanggal 27 November Arif menukar uang Rp 500 juta tersebut ke dalam mata uang asing sebesar 47.000 dollar Singapura.

Keempat, tanggal 27 November Arif menitipkan uang sebesar 47.000 dollar Singapura tersebut ke Martin untuk diserahkan kepada Majelis Hakim. 

"Diduga sebelumnya majelis hakim juga telah menerima uang sebesar Rp150 juta dari Arif melalui Martin untuk mempengaruhi putusan," imbuh Alex. 

KPK juga mensiyalir ada kode komunikasi yang digunakan seperti ajakan "ngopi" yang dalam percakapan disampaikan "bagaimana, jadi ngopi?"

Atas kejadian ini, Alex pun mengaku kecewa, karena lagi-lagi ada aparat penegak hukum yang terlibat dalam perkara jual beli putusan. Oleh karena, dia mengimbau agar semua aparat penegak hukum menjaga integritasnya. 

"KPK terus mengingatkan agar seluruh pihak, khususnya aparat penegak hukum untuk terus menjaga integritas dan tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi dengan memperjualbelikan putusan," kata dia. 

Atas perbuatannya sebagai pihak yang diduga penerima, Iswahyu, Irwan dan Muhamamad Ramadhan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat(1)ke-1 KUHP. 

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Arif dan Martin disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Atas perbuatannya sebagai penerima disangkakan disangkakan pasal 12 Huruf a atau pasal 12 Huruf b, atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konferensi pers penetapan lima tersangka terkait suap penangangan perkara perdata akuisisi korporasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. (Foto: Rakhmad Hidayatulloh/Alinea.id).

Bukan kali pertama

Penangkapan penegak hukum oleh KPK bukan kali ini saja terjadi. Sejumlah kasus operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terjadi dalam kurun waktu setahun terakhir. 

Kasus penangkapan pejabat penegak hukum tertinggi terjadi saat KPK menangkap Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar pada 25 Januari 2017. 

Masih pada tahun yang sama, KPK juga meringkus Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Dewi Suryana pada 6 September 2017. Bersama Dewi, KPK juga mencokok panitera pengganti Pengadilan Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan.

Sebulan berselang, komisi antirasuah kembali menciduk Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sulawesi Utara, Sudiwarno. Sebelumnya, Panitera Pengganti PN Jaksel Tarmizi juga diringkus KPK pada 21 Agustus 2017.

Masuk tahun ini, institusi penegak hukum kembali ternoda lantaran KPK meringkus hakim dan panitera pengganti PN Tangerang pada 12 Maret 2018. Hakim Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti Tuti Atika yang diciduk oleh tim penindakan KPK.

Pertengahan tahun ini, KPK mencokok Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim Sontan Meraoke Sinaga, hakim ad hoc Tipikor Merry Purba, dan panitera Elpandi dan Oloan Sirait.

Hampir seluruh penegak hukum yang diringkus KPK diduga terlibat jual beli perkara yang tengah ditangani. Suap yang diterima para penegak hukum itu bernilai miliaran rupiah hingga ribuan mata uang asing.

img
Rakhmad Hidayatulloh Permana
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan