Mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Banten (FKMB) meminta kepada aparat kepolisian untuk menangkap dalang kerusuhan aksi 22 Mei di depan kantor Bawaslu Jakarta.
Salah satu anggota BEM Banten yang juga perwakilan dari FKMB, Abdul Rosyid Warisman, mengatakan pihaknya mencurigai kerusuhan saat aksi massa 21 dan 22 Mei 2019 kemarin di Jakarta didalangi oleh keluarga eks penguasa.
"Mereka menghalalkan segala cara agar kembali berkuasa," kata Abdul Rosyid, Jumat (24/5).
Rosyid menyatakan, mahasiswa Banten mengimbau kepada seluruh pihak untuk menjaga situasi kondusif, serta mengamalkan sila ketiga dari Pancasila yakni Persatuan Indonesia dalam menyikapi hasil pemilu.
"Saatnya kita kembali bersatu untuk memajukan bangsa ini. Jangan ada lagi pertikaian yang ujungnya merugikan rakyat," tuturnya.
Sementara itu, Juru Bicara FKMB, Muhammad Sofyan, mengatakan penangkapan terhadap dalang kerusuhan perlu dilakukan agar ke depan tidak ada lagi kejadian serupa yang memberikan dampak buruk bagi demokrasi di Indonesia.
"Penangkapan dalang atau otak pelaku yang membayar perusuh itu penting, supaya tidak ada lagi dampak buruk bagi kehidupan demokrasi di masa mendatang," kata Sofyan.
Menurut Sofyan, jika ada pihak yang tidak bisa menerima hasil Pemilu 2019, maka langkah yang bisa dilakukan yakni menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK), bukan malah membayar massa untuk membuat kerusuhan. Karena itu, pihaknya mengecam keras tindakan anarkis yang dilakukan perusuh bayaran tersebut.
"Selain mengganggu aktivitas ibadah puasa Ramadan, perusuh itu juga mencoba mengadu domba rakyat dengan aparat dan mengadu domba rakyat dengan rakyat," kata Sofyan.
Sebelumnya, politikus Partai Berkarya, Titik Soeharto, mengatakan aksi menolak hasil Pemilu 2019 rencananya akan dilakukan tiga hari berturut-turut pada 20 hingga 22 Mei 2019. "Tanggal 21-22 (Mei). Mungkin 20, 21, 22 Mei," kata Titik.
Titik mengatakan, pihaknya akan mengerahkan banyak pengunjuk rasa pada aksi tersebut. "Ya kalau pemerintah mengerahkan aparat 160.000 TNI, lebih dari 100.000 polisi, Insha Allah masa kita lebih dari itu," ucap Titik.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ini pun mengatakan, nantinya massa aksi akan dipusatkan di beberapa titik di Jakarta. "Salah satunya mungkin di Bundaran HI," katanya.
Titik mengungkapkan, terget dari aksi nanti adalah untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Hal itu dilakukan agar membuka jalan bagi pasangan nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno memenangkan Pilpres 2019.
"Harapannya didiskualifikasi. Mana yang curang, petahana yang curang, ini harus didiskualifikasi. Jadi kalau kita ulang lagi, ini mahal sekali, makan waktu dan biaya mahal. Sekarang saja Rp25 triliun hasilnya seperti begini. Apakah kalau kita ulang dengan Rp25 triliun hasilnya akan lebih baik? Siapa tahu mengulang yang ini lagi. Tapi kalau memang sudah curang dan di UU-nya sudah ada ya harus didiskualifikasi," kata Titik.