close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menko Polhukam, Mahfud MD. Foto Antara/M. Risyal Hidayat
icon caption
Menko Polhukam, Mahfud MD. Foto Antara/M. Risyal Hidayat
Nasional
Kamis, 04 Maret 2021 09:03

Mahfud MD: Akademisi jangan takut kritik pemerintah

Berkaca dari amanat Bung Hatta, menurut Mahfud, seorang sarjana semestinya menjadi intelektual cendikiawan.
swipe

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyebut, menjadi sarjana hukum tata negara (HTN) tidak cukup hanya pandai. Namun harus bertanggung jawab, karena gelar hanyalah persoalan teknis belaka.

"Bawalah panji-panji idealisme dalam mengisi pembangunan Indonesia pada aspek ketatanegaraan. Jadilah sarjana HTN yang intelektual, pandai dan bertanggung jawab bagi masyarakat serta kemajuan negara," ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Kamis (4/3).

Berkaca dari amanat Bung Hatta, menurut dia, seorang sarjana semestinya menjadi intelektual cendikiawan. Yaitu, kaum intelegensia, pandai otaknya, mulia hatinya, sujana (bijaksana) hatinya. "Dan juga jangan pernah takut untuk mengkritik pemerintah," ucapnya.

Hingga saat ini, Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) telah menginjak usia 41 tahun dan beranggotakan ribuan dosen di berbagai kampus di seluruh Indonesia. Pengurus APHTN-HAN periode 2021-2025 adalah Guru Besar Universitas Hasanuddin sekaligus Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (Sekjen MK), Prof Guntur Hamzah sebagai Ketua Umum dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono sebagai Sekjen.

Acara Pelantikan APHTN-HAN periode 2021-2025 tersebut juga dihadiri Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Eka Cahyana, Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar, Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono, Sekjen MPR, hingga perwakilan dari LPSK dan Ombudsman.

Sebelumnya, Mahfud MD menyatakan, nalurinya sebagai akademisi kerap kali muncul saat menjadi pejabat. Hal itu disebut memunculkan kritik terhadapnya mengingat bagian dari pemerintah. 

Menurutnya, logika birokrasi pemerintahan dan akademisi berbeda, sehingga "kebenaran" yang diusungnya pun demikian. Dengan demikian, akademisi harus mematuhi mekanisme berlaku saat masuk ke dalam birokrasi mengingat keputusan diatur dan dilekatkan pada sebuah jabatan.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan