Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengancam, akan menyeret pelaku kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke ranah pidana.
Namun, kemungkinan menyeret ke ranah pidana tersebut di luar kasus Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, dan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Tumenggung.
"Sesudah kami rapatkan, bukan tidak mungkin nanti ada pidana, tetapi bukan karena SKL (surat keterangan lunas), pidananya apa, misalnya memberi jaminan tanahnya ke negara ternyata tanah orang lain, memberi surat pernyataan ternyata palsu," ujar Mahfud dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/4).
Dia menjelaskan, seorang pemegang jaminan dalam kasus BLBI ini digugat pihak ketiga dan dibawa ke pengadilan. Namun, kalah dalam pengadilan, sehingga jaminan tersebut beralih kepemilikan. "Nah, tentu diharapkan kepada mereka yang merasa punya hutang dan kami punya catatannya, secara sukarela ke kementerian keuangan untuk melaporkannya, karena pemerintah kalau bisa dieksekusi sekarang, maka akan segera dieksekusi," tutur Mahfud.
Perburuan aset tersebut dilakukan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI pada Selasa (6/4). Di dalam Keppres tersebut, Presiden Jokowi menugaskan lima menteri, Jaksa Agung, dan Kapolri untuk melakukan penagihan dan memproses semua jaminan agar segera jadi aset negara.
"Kalau dari sekian (pemegang jaminan dalam kasus BLBI) ini melakukan tindak pidana, kami seret lagi ke ranah pidana, makanya ada Kejaksaan Agung sebagai bagian dari Satgas," ucapnya.
Dia mengingatkan, KPK pernah mendapuk Sjamsul, Itji, dan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka. Lalu, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah menjatuhkan pidana korupsi terhadap Syafruddin Tumenggung selama 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, memperberat vonis terhadap ST menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Namun, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi membebaskan Sjamsul, Itji, dan Syafruddin Temenggung dengan vonis.
Kasus BLBI tersebut pun dinyatakan bukan masuk dalam ranah pidana, tetapi persoalan perdata. Lalu, KPK mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis MA yang membebaskan Sjamsul, Itji, dan Syafruddin Tumenggung pada 9 Juli 2019. Namun, MA tidak menerima PK tersebut. Sjamsul, Itji, dan Syafruddin Temenggung bebas dari status tersangka.
"Tidak ada pidananya menurut MA. Oleh sebab itu, sekarang kembali ke perdata. Nah, kalau ada pertanyaan, kok berpindah dari pidana ke perdata, tidak berpindah, tetapi pidananya tidak ada," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.