Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, membantah pernyataan Wakil Bupati Kabupaten Nduga Wentius Nimiangge terkait tewasnya sopir sekaligus ajudannya, Hendrik Lokbere akibat tembakan dari aparat keamanan.
"Itu tidak ada, tidak ada. Tidak ada ajudan atau sopir Wabup Nduga yang ditembak oleh tentara atau polisi," kata Mahfud, di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (27/12).
Ajudan sekaligus sopir Wabup Nduga sebelumnya dikabarkan tewas akibat tertembak di Distrik Kenyam, Nduga, Papua pada 20 Desember 2019. Pascakejadian tersebut, Wentius memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Mahfud menganggap rencana pengunduran diri itu hanya manuver politik Wentius. Mahfud membantah adanya peristiwa penembakan tersebut. Identitas korban tertembak juga tak jelas.
"Sudah dikonfirmasi oleh TNI maupun polisi, termasuk Menlu dengan semua jajarannya bahwa enggak ada itu (peristiwa tembakan). Coba siapa namanya, umurnya, alamatnya yang dikatakannya itu mana? Jadi kita jangan terprovokasi oleh hal-hal yang seperti itu yang bersifat manuver politik," ujar Mahfud.
Mendagri belum terima surat pengunduran diri
Dandrem 172/PWY Kolonel Inf. Binsar Sianipar sebelumnya mengatakan Wabup Nduga juga pernah menyatakan rencana pengunduran dirinya saat aksi demonstrasi di Kenyam, Senin (23/12). Alasannya, Wentius kecewa dengan persoalan kemanusiaan, termasuk banyaknya pasukan yang dikirim oleh negara ke wilayah Kabupaten Nduga dalam satu tahun terakhir.
Sementara itu, Kemendagri masih mengonfirmasi kebenaran dugaan pengunduran diri Wakil Bupati Nduga, Papua. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan belum menerima surat resmi pengunduran diri Wentius. "Saya sudah telepon kepada kapolda, kabinda, untuk menanyakan kepada yang bersangkutan, mengundurkan diri betul apa tidak?" kata Mendagri Tito Karnavian usai melakukan rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Pihaknya masih mendalami informasi terkait dengan rencana pengunduran diri dari yang bersangkutan sehingga harus dikonfirmasi lebih lanjut.
"Justru sampai saat ini suratnya belum ada, kalau ada wakil bupati mengundurkan diri, kami tunggu suratnya dan kami lihat alasannya sudah tepat atau belum, baru nanti diproses," ujarnya.
Alasan dugaan pengunduran diri yang disangkutpautkan dengan pasukan di Nduga disebutnya sebagai bagian dari upaya penegakan hukum.
"Saya tahu pasukan itu, pasukan yang dikirim, TNI/Polri dalam rangka untuk merespons peristiwa pada waktu terjadi pembantaian 34 orang PT Istaka Karya. Peristiwanya memang sudah lama, tetapi pelakunya belum tertangkap, kelompok Egianus Kogoya. Hukum kan harus tegak," jelasnya.
Tidak hanya itu, pasukan TNI/Polri yang diterjunkan di Nduga, Papua juga disebutnya sebagai bagian dari perlindungan.
"Harus ada perlindungan di sana, beberapa kelompok masyarakat di sana juga banyak yang takut kepada mereka. Di mana perlindungannya? Ya, dari negara, TNI, dan Polri, karena masyarakat juga memerlukan perlindungan," kata Mendagri. (Ant)