Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjawab kritik dan nyinyir publik atas penetapan tersangka terhadap enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam kasus KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Polisi menetapkan enam Laskar FPI tersebut sebagai tersangka meski telah meninggal dunia.
“Ada tertawaan publik semula, masyarakat banyak yang mengejek dan nyinyir, Kenapa kok orang mati dijadikan tersangka. Enam laskar itu kan dijadikan tersangka oleh polisi hanyalah (sebagai) konstruksi hukum,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/3).
Penetapan tersangka terhadap enam Laskar FPI tersebut berlangsung hanya sehari. Kemudian, dinyatakan gugur perkaranya. Bahkan, kata dia, penetapan tersangka tersebut merujuk laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Karena konstruksi hukum yang dibangun Komnas HAM itu ada orang yang terdiri yang bernama Laskar FPI itu memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan dan membawa senjata,” tutur Mahfud.
Dari laporan Komnas HAM, ada bukti senjata enam Laskar FPI, proyektil peluru, hingga nomor telpon orang yang memberi komando. Maka, sebelum dicari siapa pembunuhnya, dikonstruksikan terlebih dahulu enam Laskar FPI ini sebagai tersangka yang memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan, karena membawa senjata.
Setelah penetapan enam Laskar FPI sebagai tersangka, ditemukan tiga polisi pelaku pembunuhnya. Ia menyebut, konstruksi perkara tersebut sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Sesudah ini (pelaku) ditemukan, konstruksi hukumnya baru enam orang itu (Laskar FPI) diumumkan oleh polisi perkaranya gugur dalam bahasa yang sering umum disebut SP3,” ujar Mahfud.
Untuk tiga polisi diduga pembunuh enam Laskar FPI tersebut, kata dia, bakal dibuka di pengadilan. “Nah, kita minta ke TP3 atau siapapun yang punya bukti-bukti lain kemukakan di proses persidangan itu,” ucapnya.
Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar Front Pembela Islam (FPI) telah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (9/3) sekitar pukul 10.00 WIB tadi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mendampingi tujuh perwakilan TP3, di antaranya Abdullah Hehamahua, Ketua Umum Partai Ummat Amien Rais, hingga Marwan Batubara.
“Pemerintah terbuka, kalau ada bukti mana pelanggaran HAM beratnya itu, mana?, Sampaikan sekarang?. Kalau enggak, bisa disampaikan menyusul kepada Presiden, bukti bukan keyakinan. Kalau keyakinan, kita sendiri juga memiliki keyakinan terhadap peristiwa itu, dalangnya si A, si B, si C,” ujar Mahfud.