Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyerahkan laporan hasil pemeriksaan dan penyelidikan ulang terkait kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada masa lalu. Laporan diserahkan bersama tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (11/1).
"Saya Menko Polhukam bersama tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 sudah menyelesaikan tugas dan hari ini menyampaikan laporan kepada Bapak Presiden," kata Mahfud dalam keterangannya.
Disampaikan Mahfud, laporan tersebut telah disampaikan secara utuh kepada Presiden Jokowi, termasuk masalah yuridis dan politik yang menjadi perdebatan selama lebih dari 23 tahun.
Adapun tim PPHAM dibentuk untuk mencari kemungkinan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara nonyudisial dengan pertimbangan situasi politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang berkembang. Ini dilakukan sebab penyelesaian secara yudisial menemui jalan buntu.
"Oleh sebab itu, Presiden mencoba dan memulai membuka jalan menyelesaikan kebuntuan ini dengan membentuk tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu, yang diminta melakukan pemeriksaan dan penyelidikan ulang terhadap peristiwa itu," tutur Mahfud.
Mahfud menyebut, kerja tim PPHAM bukan meniadakan proses penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara yudisial. Dia lalu memamerkan 4 kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang penanganannya di Mahkamah Agung (MA) diputus lepas.
"Kita sudah mengadili 4 pelanggaran HAM berat yang terjadi sesudah tahun 2000 dan semuanya oleh Mahkamah Agung dinyatakan ditolak. Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat," ucap dia.
Kendati demikian, Mahfud tak memerinci keempat kasus yang dimaksud. Dia hanya membenarkan ada unsur kejahatan dalam kasus yang diadili, tetapi tak termasuk pelanggaran HAM berat.
"Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda. Dan kalau kejahatannya semuanya sudah diproses secara hukum, tapi yang dikatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan, pelanggaran HAM berat harus diproses secara yudisial ke pengadilan tanpa ada masa kedaluwarsa. Ini berdasarkan ketentuan Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Oleh karena itu, Kemenko Polhukam sesumbar akan terus mengupayakan penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat. Mahfud juga meminta parlemen dan lembaga HAM terkait turut mencari upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat.
"Kami akan terus usahakan itu dan mempersilakan Komnas HAM bersama DPR dan kita semua mencari jalan untuk itu. Jadi, tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian nonyudisial, bukan. Yang yudisial silakan jalan," kata Mahfud.