close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
  Diplomat yang mewakili Indonesia di sidang PBB Silvany Austin Pasaribu. Foto Youtube UN
icon caption
Diplomat yang mewakili Indonesia di sidang PBB Silvany Austin Pasaribu. Foto Youtube UN
Nasional
Kamis, 01 Oktober 2020 11:53

Mahfud MD mengaku bangga memiliki diplomat seperti Silvany

Silvany meminta Vanuatu untuk tidak menceramahi Indonesia yang selalu menjunjung tinggi hukum dan HAM.
swipe

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku bangga dengan diplomat perwakilan Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB Silvany Austin Pasaribu.

“Silvany menyampaikan hak jawab itu. Saya ingin katakan, kita semua bangga memiliki diplomat seperti Silvany. Tentu bukan kerja Silvany sendiri, tetapi kerja kolektif diplomatik kita di PBB sana, di New York yang diwakili Silvany,” ujar Mahfud dalam konferensi pers daring, Kamis (1/10).

Ia membenarkan hak jawab Silvany terhadap tudingan Perdana Menteri Vanuatu Bob Lougman, terkait tewasnya pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua. Mahfud menganggap, pembunuhan terhadap warga sipil di Intan Jaya Papua, sengaja diciptakan untuk menghembuskan isu pelanggaran HAM di Sidang Majelis Umum PBB.

Pasalnya pemerintah Indonesia telah memberikan kewenangan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk pemenuhan HAM rakyat Papua. Bahkan, Komnas HAM diberi kewenangan pula untuk melakukan penyelidikan. “Kalau ada yang resisten, ya kelompok-kelompok separatis. Bahwa kita tetap melakukan penegakkan hukum dan pemenuhan HAM itu sudah pasti,” tutur Mahfud.

Menurut Mahfud, Vanuatu memang mengada-ngada karena bukanlah bagian dari orang Papua.

“Vanuatu bukan rakyat Papua, tidak mewakili rakyat Papua, karena Papua itu adalah Indonesia, Indonesia adalah Papua,” ucapnya.

Ia mengungkapkan, gugatan beberapa negara terkait pelanggaran HAM Indonesia di Papua telah ada sejak 2016. Namun, negara-negara penggugat semakin berkurang dari tahun ke tahun. Sebanyak tujuh negara pernah menggugat Indonesia pada 2016. Lalu, turun menjadi enam negara pada 2017 dan empat negara pada 2018.

“Terakhir menjadi tiga negara pada 2019. Sekarang tinggal satu negara, Vanuatu. Itu sudah tidak menarik,” ujar Mahfud.

Sebelumnya, Silvany membantah tudingan Vanuatu terkait tewasnya pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua. Ia meminta Vanuatu untuk tidak menceramahi Indonesia yang selalu menjunjung tinggi hukum dan HAM.

Silvany menyebut, Vanuatu bukanlah representasi dari masyarakat Papua. “Kalian jangan berkhayal menjadi orang Papua,” ucapnya.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan