Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengklaim, pemerintah sudah mengajukan kembali RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal atau uang tunai, agar masuk dalam program legislasi nasional prioritas (prolegnas) 2022.
“Orang belanja dalam jumlah tertentu lewat bank agar bisa diketahui sumbernya dari mana? Dan akan dikirim kemana? Tidak boleh langsung dari tangan ke tangan kalau misalnya sampai Rp100 juta,” ucapnya dalam keterangan pers virtual, Selasa (14/12).
Namun ternyata, kedua RUU tersebut tidak masuk program legislasi nasional prioritas (prolegnas) 2022. Artinya, DPR tidak setuju. Padahal, sudah ada kesepakatan kalau tidak bisa keduanya, pemerintah mengusulkan salah satunya RUU tersebut harus masuk prolegnas.
“Pada saat itu ada semacam pengertian secara lisan aja begitu, bahwa oke, Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk prioritas di 2022,” tuturnya.
Menurut Mahfud, RUU tentang Perampasan Aset lebih mudah dibahas daripada RUU tentang Pembatasan Transaksi Tunai. Akan tetapi, ternyata RUU tentang Perampasan Aset akan dimasukkan dalam prolegnas yang baru pada 2022.
Untuk itulah, dua hari setelah diputuskan tidak masuk Prolegnas 2022, Presiden Jokowi disebut mengadukan dan memohon pengertian agar DPR menganggap dua RUU tersebut penting dalam rangka pemberantasan korupsi.
“Ya, agar negara ini bisa selamat, dan saya agak optimis, setelah mendengar sahabat saya anggota DPR Arsul Sani, sebenarnya RUU Perampasan Aset dalam tindak pidana itu ya lebih mudah diajukan saja oleh presiden. Nanti, DPR akan segera membahasnya, dan itu memang iya,” ujar Mahfud.
Apalagi, RUU tentang Perampasan Aset sudah pernah disepakati dan hanya tersisa 1 butir saja. Yaitu, aset yang dirampas itu harus disimpan dan dikelola oleh siapa. Saat itu, ada tiga alternatif yang terdiri dari rumah barang rampasan (Rupbasan) Kemenkumham, Badan Pengelola Aset Kejaksaan Agung, dan Ditjen Kekayaan Negara.