close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menko Polhukam Mahfud MD bersama anggota Dewan Pengawas KPK Artidjo Alkostar memberikan keterangan pers seusai mengadakan pertemuan di Jakarta, Selasa (04/02/20). Foto Antara/Rivan Awal Lingga.
icon caption
Menko Polhukam Mahfud MD bersama anggota Dewan Pengawas KPK Artidjo Alkostar memberikan keterangan pers seusai mengadakan pertemuan di Jakarta, Selasa (04/02/20). Foto Antara/Rivan Awal Lingga.
Nasional
Selasa, 10 Maret 2020 20:44

Mahfud soal vonis lepas MA untuk eks Dirut Pertamina: Harus diikuti

"Pokoknya kalau sudah diputus oleh Mahkamah Agung, ya selesai. Kita tidak suka pun, ya tetap saja berlaku."
swipe

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan seluruh pihak harus menerima putusan Mahkamah Agung yang memvonis lepas eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan. Karen terseret perkara dugaan korupsi investasi perusahaan pelat merah tersebut di Blok Basker Manta Gummy, Australia. 

"Kalau putusan Mahkamah Agung, ya itulah produknya, dan itu sudah inkracht," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (10/3).

Mahfud menekankan, pihak-pihak yang tak sependapat dengan putusan MA tak dapat lagi mengubah putusan tersebut. Apalagi putusan tersebut telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. 

"Pokoknya kalau sudah diputus oleh Mahkamah Agung, ya selesai. Kita tidak suka pun, ya tetap saja berlaku," katanya.

Juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan tersebut diketok hari Senin (9/3). "Melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum," demikian petikan amar putusan yang disampaikan Andi saat dikonfirmasi di Jakarta.

Menurut majelis hakim kasasi yang menangani perkara Karen, keputusan investasi Pertamina di bawah kepemimpinan Karen merupakan bussiness judgment rule, yang dianggap bukan tindak pidana.

"Menurut majelis kasasi, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan, tetapi itu merupakan risiko bisnis," ujar Andi.

Dasar argumentasi itu bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit diprediksi dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019 lalu, Karen divonis selama delapan tahun penjara. Selain itu, ia juga disanksi pidana denda senilai Rp1 miliar, subsider empat bulan kurungan.

Vonis terhadap Karen lebih ringan dari tuntuan Jaksa Penutut Umum, yaitu 15 tahun penjara. Ia juga dituntut untuk mebayar denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan