Mahkamah Agung (MA) telah memutus 19.087 perkara dari total 19.254 perkara selama 2021. Putusan itu dilakukan sejak 1 Januari-27 Desember 2021.
Ketua MA Muhammad Syarifuddin menyatakan, dengan demikian MA telah menuntaskan 99,13% perkara.
"Rasio produktivitas memutus perkara tersebut telah melampaui target yang ditetapkan, yaitu sebesar 75% atau lebih tinggi sebesar 24,13%," ujarnya dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2021 di Gedung MA, Rabu (29/12).
Menurutnya, untuk total perkara yang diputus tahun ini turun 7,17%. Penurunan itu dikarenakan jumlah perkara yang masuk ke MA menurun. Syarifuddin mengungkapkan, terdapat 18.514 atau 97% perkara yang diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan.
"Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada minutasi dan pengiriman kembali berkas perkara ke pengadilan pengaju, yaitu sebanyak 21.253 atau 111,54% dari jumlah perkara yang masuk pada 2021," tuturnya.
Terkait penanganan perkara, MA membeberkan tengah mengkaji penerapan restorative justice secara lebih luas. Selama ini, ketentuan restorative justice di MA hanya dituangkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif.
Syarifuddin mengakui substansi SK itu hanya mengatur tentang hukum acara saja.
"Maka MA akan mereformulasi regulasi tersebut ke dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma) atau Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)," ujarnya.
Saat ini, katanya, sudah ada kelompok kerja (pokja) yang sedang menggodok aturan itu. Dia berharap ,nantinya keadilan restoratif di lingkungan MA tidak terbatas untuk peradilan umum semata.
"Tapi juga bisa untuk peradilan militer, peradilan jinayat. Karena jinayat ini kan pidana juga, walaupun cuma di Aceh berdasarkan qanun," ujarnya.