Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan pejabat Kementerian ESDM berinisial IS dan MAT ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua pejabat Kementerian ESDM itu, diduga menghalang-halangi proses pengusutan perkara yang tengah ditangani KPK.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pelaporan itu terkait kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM. Dokumen yang dibocorkan diduga terkait tata kelola ekspor pertambangan dan survei perizinan pertambangan.
"Telah terjadi dugaan tindak pidana menghalangi penyidikan dalam bentuk menerima, memberi, mengambil secara tidak sah, pemanfaatan dan atau membocorkan dokumen hasil penyelidikan KPK," kata Boyamin dalam keterangannya, Jumat (14/4).
Laporan itu disampaikan melalui email pengaduan KPK dan ditujukan kepada pimpinan lembaga antikorupsi. Boyamin menuturkan, pihak terlapor berinisial IS diduga menerima dan menggunakan materi dan atau hasil penyelidikan KPK untuk menyelamatkan diri dan kawan-kawannya.
Sementara itu, MAT diduga memberikan atau meneruskan dokumen hasil penyelidikan KPK kepada IS. Boyamin menilai, MAT seharusnya memusnahkan materi atau dokumen tersebut sehingga tidak bisa diakses orang lain.
Dugaan kebocoran dokumen itu diperkirakan terjadi pada rentang waktu antara 28 Februari 2023 hingga 27 Maret 2023. Menurut Boyamin, hal itu menyulitkan proses penyelidikan yang tengah berlangsung.
"Perbuatan pihak sasaran (oknum) setidaknya akan mempersulit penyelidik KPK memantau pergerakan pihak tersasar dan ujung kegagalan melakukan OTT (operasi tangkap tangan)," ujar Boyamin.
Boyamin juga mengajukan sejumlah saksi dalam pelaporannya. Saksi yang diajukan antara lain yakni Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro.
"Dan Firli Bahuri selaku penanggung jawab dan pimpinan tertinggi di KPK, atas pengawasan yang teledor sehingga bocornya materi atau dokumen hasil penyelidikan tersebut," ucap Boyamin.
Disampaikan Boyamin, tindakan menghalangi penyidikan dan penegakan korupsi diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam beleid tersebut dinyatakan, pelaku terancam pidana penjara minimal 3 tahun dan paling lama 12 tahun, dan atau denda minimal Rp150 juta serta maksimal Rp600 juta.
Sementara itu, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan, bakal melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap validitas laporan tersebut. Setiap laporan yang masuk, kata Ali, pasti bakal ditindaklanjuti.
KPK akan melakukan proses verifikasi awal dan melanjutkan pengaduan tersebut ke tahap telaah untuk mendalami informasi. Hal itu penting untuk menentukan sesuai tidaknya pokok aduan dengan ketentuan berlaku, termasuk ranah tindak pidana korupsi yang jadi kewenangan KPK.
"Kami pastikan, KPK juga secara proaktif menelusuri dan melakukan pengumpulan berbagai keterangan dan informasi tambahan untuk melengkapi aduan dimaksud," ujar Ali kepada wartawan, Jumat (14/4).