close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, meninggalkan Gedung Merah Putih usai diperiksa ti penyidik Kejagung di Jakarta, Rabu (6/5/2020). Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso
icon caption
Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, meninggalkan Gedung Merah Putih usai diperiksa ti penyidik Kejagung di Jakarta, Rabu (6/5/2020). Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso
Nasional
Rabu, 19 Januari 2022 09:54

MAKI minta jaksa banding pada vonis Heru Hidayat di perkara Asabri

Semestinya hakim tetap memberikan hukuman seumur hidup atau hukuman seumur hidup secara bersyarat.
swipe

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman merespons keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis pidana nihil tersangka Heru Hidayat dalam perkara korupsi Asabri pada Selasa (18/1). Sebelumnya Heru Hidayat dalam perkara lain, yaitu kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, telah divonis seumur hidup dan telah incracht (berkekuatan hukum tetap berdasar putusan kasasi).

"MAKI menghormati putusan tersebut, namun tetap menyatakan kecewa atas putusan itu karena tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat," kata Boyamin dalam keterangan tertulis, Selasa (18/1)

Menurut dia, semestinya hakim jika tidak memberi hukuman mati sesuai tuntutan jaksa, tetap memberikan hukuman seumur hidup atau hukuman seumur hidup secara bersyarat. Yaitu jika hukuman penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya bebas atau berkurang oleh upaya peninjauan kembali atau dapat grasi, maka hukuman seumur hidup dalam perkara Asabri akan tetap berlaku dan Heru Hidayat tetap menjalani penjara seumur hidup.

Berdasar Pasal 193 ayat (1)  KUHAP, jika hakim menyatakan terdakwa bersalah maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Tidak boleh nihil karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun.

"Hukuman nihil hanya berlaku di perkara penjara terhitung, yaitu satu hari hingga maksimal 20 tahun. Jika hukuman seumur hidup, maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman di atasnya yaitu mati," ucap dia.

Putusan tersebut menyatakan perbuatan terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil. Bisa seumur hidup atau mati. Sesuai Pasal 240 KUHAP, maka putusan itu dinilai keliru. MAKI meminta jaksa Kejagung melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah secara berulang (Jiwasraya dan Asabri)," kata dia lagi. 

Seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh Jaksa Penuntut Umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana dan bukan nihil.

Selanjutnya MAKI akan maju ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna "Pengulangan Dalam Melakukan Pidana" yang selama ini dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian  melakukan perbuatan pidana.

"Tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana. Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman mati," kata dia.

img
Dinda Berenice
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan