Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan profil king maker dalam kasus Djoko Tjandra kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disampaikan Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/2).
"Jadi, saya datang ke KPK ini untuk menagih berkaitan dengan king maker. Sekaligus saya menyerahkan profil king maker yang lebih rinci," ujarnya.
Akan tetapi, Boyamin enggan membeberkan sosok king maker. Hanya saja, dia menyebut orang yang dimaksud berasal dari unsur penegak hukum.
Lebih lanjut, Boyamin mengatakan, informasi tentang king maker diperoleh dari sumbernya. Dia pun minta KPK untuk segera mengusutnya.
"Karena sudah mengerucut, maka saya berikan timeline satu bulan. Kalau tidak diproses KPK, saya gugat ke praperadilan," jelasnya.
Istilah king maker mencuat dalam perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Pinangki Sirna Malasari. Saat kasus terjadi, Pinangki merupakan jaksa. Di persidangan, sosok king maker dibenarkan keberadaannya, tapi tak terungkap.
Adapun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan kepada Pinangki. Dia terbukti menerima hadiah atau janji dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa MA, tindak pidana pencucian uang, dan permufakatan jahat.
Dalam pertimbangannya, salah satu hal yang memberatkan hukuman Pinangki karena majelis hakim menilai dia menutup-nutupi keterlibatan pihak lain.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/2).