Ubi jalar, salah satu panganan lokal yang telah lama dikenal masyarakat, memiliki nutrisi yang baik bagi tubuh. Sayangnya, belakangan ini konsumsi ubi jalar menurun, bahkan kurang diminati generasi muda.
Peneliti Ahli Utama Organisasi Riset (OR) Pangan dan Pertanian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erliana Ginting, mengungkapkan dari sisi gizi, terutama karbohidrat dan energi, ubi jalar tidak kalah jika dibandingkan dengan pangan sumber karbohidrat lainnya, seperti beras, jagung, dan terigu.
“Umbi memiliki peran yang sangat strategis karena dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat sekaligus substitusi sebagian terigu. Namun tingkat konsumsi aneka umbi, termasuk singkong, ubi jalar, ubi kayu, cenderung menurun belakangan ini,” kata Erliana belum lama ini.
Karbohidrat yang terkandung dalam ubi jalar memiliki indeks glikemik rendah hingga sedang dalam menaikkan kadar gula darah dalam tubuh. “Sehingga baik untuk pencegahan dan terapi bagi penderita diabetes maupun obesitas,” kata dia.
Selain karbohidrat, ubi jalar mengandung vitamin seperti vitamin A, C, dan E, serta mineral yang memadai bagi kebaikan tubuh. Juga mengandung fenol yang bermanfaat sebagai antioksidan dan serat pangan yang dapat menurunkan kolesterol dalam tubuh. Kadar nutrisi ini berbeda jumlahnya di tiap jenis ubi jalar.
“Ubi jalar memang sangat baik untuk kesehatan dalam kaitannya untuk serat pangan dan pati resistennya karena dapat berfungsi sebagai prebiotik dan dapat menurunkan kadar kolesterol dan gula darah,” katanya.
Sayangnya, kata Erliana, pengolahan ubi jalar menjadi produk olahan masih banyak dalam bentuk makanan tradisional, sehingga kurang diminati generasi muda. “Oleh karena itu citra produknya sering dianggap rendah atau inferior. Apalagi sering disebut dengan “telo”, sehingga kurang menarik apalagi bagi generasi muda,” katanya.
Menurutnya, untuk menarik minat generasi muda mengonsumsi ubi jalar yang kaya manfaat baik bagi tubuh dibutuhkan diversifikasi produk olahan. Seperti diolah menjadi makanan kekinian, seperti pasta, produk bakery, biskuit, es krim dan makanan ringan lainnya.
“Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi penggunaannya menggunakan bahan baku ubi segar, tepung, maupun pati. Tentunya dengan teknologi sederhana untuk meningkatkan konsumsi kemudian citra sekaligus nilai tambah olahan ubi jalar,” katanya.
Diketahui, pemerintah melalui Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam stimulan bantuan pemerintah, mengalokasikan pengembangan budidaya ubi jalar pada lahan seluas 2.000 hektare di beberapa wilayah Indonesia pada tahun ini.
Untuk menunjang pengembangan budidaya ubi jalar di Indonesia, lanjutnya, dibutuhkan keterlibatan semua pihak yang bekerja secara sinergi. “Promosi, diseminasi, sosialisasi, bimtek, fasilitas alat dan modal, serta keterlibatan semua stakeholder dalam pengembangannya,” katanya.