Nama pemilik PT Borneo Lumbung Energy & Metal atau BLEM, Samin Tan dimasukan ke salam daftar pencarian orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Langkah itu diambil lantaran Samin Tan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka.
"KPK memasukan nama tersangka SMT (Samin Tan) dalam daftar pencarian orang," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Rabu (6/5).
Diketahui, Samin Tan merupakan tersangka dugaan suap pengurusan Terminasi Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup atau PT AKT di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Fikri membeberkan, Samin Tan telah mangkir dari pemeriksaan penyidik sebanyak dua kali. Pertama, Samin Tan mangkir pada pemeriksaan 2 Maret 2020.
Kala itu, dia tidak memberikan alasan yang patut dan wajar atas panggilan KPK. Padahal, kata Fikri, penyidik telah mengirimkan surat panggilan pada tanggal 28 Februari 2020.
Guna memudahkan pencarian, KPK memajang foto dan identitas Samin Tan di website KPK. Fikri meminta kepada publik agar dapat memberikan informasi keberadaan Samin Tan jika mengetahuinya.
"Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat diperlukan. Jika ada yang memiliki informasi silakan hubungi KPK di call center 198, email [email protected] atau kantor kepolisian terdekat," papar Fikri.
Dalam perkaranya, Samin Tan diduga memberi suap kepada Eni sebesar Rp5 miliar untuk mengurusi terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).
Uang tersebut disinyalir merupakan fee lantaran Eni telah menyelesaikan permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Diduga penyerahan uang tersebut dilakukan pada Juni 2018, dari tersangka Samin Tan melalui stafnya kepada tenaga ahli Eni di DPR. Pemberian uang tersebut berlangsung dua kali yakni pada 1 Juni 2018 sebesar Rp4 miliar, dan 22 Juni 2018 sebanyak Rp 1 miliar.
Samin disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.