Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah menuntut terdakwa mantan Bupati Katingan, Ahmad Yantenglie, 12 tahun penjara. Ahmad juga diminta membayar Rp6,5 miliar subsider enam tahun penjara denda Rp500 juta atau enam bulan kurungan penjara, terkait kasus hilangnya anggaran pendapatan dan belanja daerah sebesar Rp35 miliar.
"Terdakwa bersalah dan melanggar Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana," kata JPU Kejaksaan Tinggi Kalteng, Eman Sulaeman, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (9/7).
Sidang dipimpin majelis hakim Agus Windana. Eman Sulaeman menjelaskan, tuntutan penjara dan denda kepada terdakwa Ahmad Yantenglie selama menjabat sebagai Bupati Katingan karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Juga sikap terdakwa yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Terdakwa juga belum mengembalikan uang pengganti. “Terdakwa juga dibebankan uang pengganti sebesar Rp6,5 miliar. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan dan sudah keputusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” ujar Eman.
Apabila harta Yantenglie tidak mencukupi, maka akan diganti dengan kurungan 6 tahun penjara. Saat ditanya dari total Rp100 miliar hilangnya APBD, Eman mengatakan, sebelumnya sudah ada pengembalian dari terdakwa yang setelah dihitung jumlahnya hanya senilai Rp74,8 miliar.
"Terdakwa hanya dibebankan dari sisa kerugian negara sebesar Rp6,5 miliar, dan kerugian tersebut hingga sampai saat ini masih belum diketahui. Sebab uang tersebut dibawa oleh saudara Heryanto Chandra yang mana masih dalam daftar pencarian orang (DPO)," katanya.
Eman menambahkan, adapun perincian dari Rp6,5 miliar itu sesuai dengan fakta persidangan bahwa Rp1,5 miliar sudah diterima oleh terdakwa yang merupakan pemberian oleh Heryanto Chandra kepada Teguh Handoko selaku Kepala Kantor Kas Bank Tabungan Negara (BTN) Pondok Pinang Jakarta Selatan, dan saudara Teguh Handoko kembali memberikannya kepada terdakwa.
Sedangkan sisa Rp5 miliar merupakan uang jasa advokasi yang mana pembayaran tersebut tanpa dianggarkan dalam APBD. Ini menjadi peyalahgunaan atau melawan hukum karena sudah bertentangan dengan Permendagri Nomor 13 yaitu beban belanja negara harus dianggarkan terlebih dahulu di APBD. "Dan itu yang menjadi pertimbangan jaksa," ujar Eman.
Kuasa Hukum Ahmad Yantenglie, Antonius Kristanto, mengatakan tuntutan 12 tahun penjara terhadap klienya itu sah-sah saja. Namun demikian, pihaknya akan melakukan perlawanan. Keputusan akhir ada pada majelis hakim.
"Kami akan menolak semua yang tertuang didalam nota pembelaan kami dalam pledoi nanti, hampir semua dakwaan itu memberatkan klien kami, itukan dari kaca mata rekan kita kejaksaan, dari kacamata kami kuasa hukum, menolak itu semua. Nanti kita lihat dipembelaan,” ujar Antonius. (Ant)