close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) Edi Winoto, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi DP4 2013-2019. Alinea.id/Immanuel Christian
icon caption
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) Edi Winoto, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi DP4 2013-2019. Alinea.id/Immanuel Christian
Nasional
Selasa, 09 Mei 2023 17:24

Mantan Dirut Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan jadi tersangka dugaan korupsi

Terdapat kelebihan dana yang diterima oleh tim pengadaan tanah pada pembelian tanah di Salatiga, Palembang, Tangerang, Tigaraksa, dan Depok.
swipe

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) Edi Winoto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi DP4 2013-2019. Penetapannya dilakukan juga terhadap lima orang lainnya.

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, pada kasus ini, dalam pelaksanaan program pengelolaan DP4, telah dilakukan investasi pada pembelian tanah serta penyertaan modal pada PT Indoport Utama (IU) dan PT Indoport Prima (IP). Muncul indikasi dalam pelaksanaan pengelolaannya terdapat perbuatan melawan hukum.

“Menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp148 miliar,” kata Ketut dalam keterangan, Selasa (9/5).

Tersangka pertama adalah, Edi Winoto selaku Direktur Utama DP4 periode 2011 sampai 2016, kedua adalah Khamidin Suwarjo selaku Direktur Keuangan dan Investasi DP4 periode 2008 sampai 2014, dan ketiga adalah Ahmad Adhi Aristo selaku makelar tanah (pihak swasta).

“Mereka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung,” ujarnya.

Sementara, tersangka Umar Samiaji selaku Manager Investasi DP4 periode 2005 sampai 2019, Imam Syafingi selaku staf investasi sektor riil periode 2012 sampai 2017, dan Chiefy Adi Kusmargono selaku Dewan Pengawas DP4 periode 2012 sampai 2017. 

“(Mereka) ditahan di Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat,” ucapnya.

Modus yang dilakukan dengan fee makelar dan harga tanah di mark-up. Alhasil, terdapat kelebihan dana yang diterima oleh tim pengadaan tanah pada pembelian tanah di Salatiga, Palembang, Tangerang, Tigaraksa, dan Depok.

Sementara, modus lainnya dengan dalih melakukan investasi penyertaan modal ke PT Indoport Utama (PT IU) dan PT Indoport Prima (PT IP) agar uang dapat dikeluarkan. Namun pada akhirnya tidak dipertanggung jawabkan penggunaannya. 

Secara khusus, Edi telah berperan dengan menyetujui pembelian tanah tanpa didasari Standar Operasional Prosedur (SOP). Ia melakukannya karena beralasan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP.

“Yang bersangkutan sendiri menjabat sebagai komisarisnya, sehingga uang dapat dikeluarkan dan mendapat keuntungan secara tidak sah,” katanya menjelaskan.

Khamidin juga menyetujui pengeluaran dana untuk pembelian tanah itu. Sementara Umar dan Imam mengusulkan investasi yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) tersebut.

Chiefy diduga melawan hukum karena tidak memberikan saran, pendapat, evaluasi, dan monitoring yang sesuai arahan investasi dan menerima keuntungan tidak sah atas perbuatan tersebut. Serta Ahmad mendapatkan fee secara tidak sah untuk pembelian tanah di Depok dan Palembang.

Akibat perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan