close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean (kiri), Erry Riyana Hardjapamekas (kedua kiri), Taufiqurrahman Ruki (kedua kanan) dan Chandra Muhammad Hamzah (kanan) memberikan keterangan terkait polemik revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9
icon caption
Mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean (kiri), Erry Riyana Hardjapamekas (kedua kiri), Taufiqurrahman Ruki (kedua kanan) dan Chandra Muhammad Hamzah (kanan) memberikan keterangan terkait polemik revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9
Nasional
Senin, 16 September 2019 15:20

Mantan pimpinan KPK minta pembahasan revisi UU KPK ditunda

Belum ada pembahasan yang intens antara DPR, pemerintah, dan KPK sejak penundaan revisi tersebut pada 2017.
swipe

Sejumlah mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada DPR RI dan pemerintah untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki meminta DPR dan pemerintah untuk dapat lebih menyerap aspirasi dalam membahas RUU KPK. Apalagi belum ada pembahasan yang intens antara DPR, pemerintah, dan KPK sejak penundaan revisi tersebut pada 2017.

"Pak Erry dan Pak Tumpak yang terlibat dalam perancangan Undang-Undang itu, belum tahu mana yang diubah dan seperti apa perubahannya. Itu kita tahunya," kata Ruki, saat konfrensi pers, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/9).

Ketua KPK periode 2003-2007 itu menilai, pembahasan RUU KPK yang dilakukan DPR bersama pemerintah terlalu tergesa-gesa. Padahal produk hukum yang dibahas secara singkat, tidak akan efektif.

"Pembahasan ini sudah injury time, masa kerja mereka tinggal 18 hari. Semoga DPR dan pemerintah mendengar pembicaraan dari kami-kami," tutup dia 

Mengamini perkataan Ruki, Tumpak Hatorangan Panggabean menilai, keterlibatan KPK dalam RUU tersebut sejatinya dapat memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Sayangnya, KPK tidak dilibatkan dalam membahas RUU KPK yang dilakukan DPR RI dan pemerintah.

 "Tentu kami berharap ada pembahasan dari pimpinan KPK sendiri. Pembahasan secara cermat dan objektif RUU KPK untuk memperkuat KPK dalam rangka pemberantasan korupsi ke depan," katanya.

Sementara itu, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan, RUU KPK harus dapat menghasilkan produk hukum yang dapat memperkuat eksistensi lembaga antirasuah. Sebab, hal itu merupakan tujuan dari agenda pemberantasan korupsi.

Kendati pembahasan terkesan tertutup, dia menyatakan siap dipanggil oleh DPR dan pemerintah untuk dimintai pandanganya terkait RUU KPK.

"Kami layak dianggap narsum. Kami juga siap kapan saja dipanggil presiden dan kami sudah merumuskan apa yang ada dipikiran kami," tutupnya.

Untuk diketahui, Badan Legislatif (Baleg) DPR RI mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK agar dapat dibahas dalam rapat paripurna pada Selasa (3/9).

Kemudian, Presiden menyetujui usulan tersebut dengan dikirimnya Surat Presiden (Surpres) pada Rabu (11/9). Padahal, mantan Wali Kota Solo itu mempunyai tenggat waktu 60 hari mempertimbangkan sejak DPR menyerahkan draft RUU tersebut.

Dalam Supres tersebut, Presiden Jokowi menunjuk Menkumham Yasonna H Laoly dan Menpan RB Syafruddin sebagai perwakilan pemerintah untuk membahas RUU KPK bersama DPR.

Hanya berselang sehari terbitnya Surpres, Baleg DPR langsung menggelar rapat dengan Menkumham. Selanjutnya, pembahasan RUU KPK tengah digulirkan ke pantia kerja (Panja) DPR.

DPR dan pemerintah menargetkan pengesahan RUU KPK dapat terealisasi pada Senin (23/9) pekan depan. Baleg DPR pun menilai tidak memerlukan masukan masyarakat dan KPK dalam membahas RUU tersebut.
 

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan