Hasil riset We Are Social dan Hootsuite menyatakan, platform media sosial yang paling sering diakses oleh masyarakat Indonesia adalah YouTube selama pandemi sejak 2020 sampai awal 2021.
Sejurus dengan itu, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menemukan fenomena baru di YouTube, yaitu bermunculan konten hoaks dengan narasi provokatif dan perpecahan.
Pemeriksa Fakta Senior Mafindo Muhammad Khairil Haesy mengatakan, konten-konten hoaks di YouTube bertujuan untuk merenggangkan kembali hubungan masyarakat satu dengan yang lainnya.
“Jadi, polarisasi masyarakat ini dicoba untuk kembali direnggangkan. Jadi, masyarakat yang sudah mulai menyatu dan memahami satu sama lainnya, mulai coba dipisahkan dengan konten-konten seperti itu. Ini yang berbahaya,” katanya dalam webinar Katadata, Jumat (1/10).
Khairil menjelaskan, konten-konten di YouTube sulit untuk ditemukan kreatornya. Apalagi masyarakat Indonesia belum aware tentang apa yang harus dilakukan jika menemukan konten hoaks di YouTube.
Pengguna media sosial kerap kali memberikan dislike atau ‘tidak suka’ pada konten di YouTube yang dikategorikan sebagai hoaks. Padahal, sambung Khairil, semestinya pengguna media sosial melaporkan konten melalui fitur report atau laporkan.
“Dislike itu, tidak membantu apa-apa. Tetapi kalau kita melakukan reporting, itu pasti akan dilihat sama platformnya, akan masuk ke laporan platformnya, dan konten tersebut bisa di takedown. Bahkan, akunnya dapat di-takedown juga,” jelas Khairil.
Khairil memaparkan, penyebaran hoaks dapat didasari oleh berbagai faktor, salah satunya karena merasa peduli dengan orang sekitarnya atau istilahnya sharing is caring. Menurutnya, kepedulian secama ini hanya menjadi sebuah masalah besar.
Pasalnya, sering kali penyebaran informasi atau konten tidak dibarengi dengan pengecekkan fakta sehingga mereka kerap tidak menyadari bahwa mereka merupakan salah seorang penyebar hoaks.
Faktor lainnya, lanjutnya, adalah seseorang dengan sengaja menyebarkan hoaks. Padahal, mereka telah mengetahui informasi tersebut tidaklah benar, tetapi tetap menyebarkannya dengan berbagai alasan.
Khairil mengungkapkan, problem utama dalam penyebaran hoaks adalah seseorang malu untuk mengoreksi informasi yang diunggahnya. “Ada masalah lain juga ketika kita bicara penyebaran hoaks itu adalah ketika seseorang sudah menyebarkan hoaks, dia malu untuk memberitahukan bahwa dirinya salah. Sebenarnya, itu adalah hal yang lumrah untuk kita mengoreksi unggahan kita sendiri,” pungkasnya.