Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari membantah menerima uang haram dari pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau KTP-el. Pernyataan itu dikemukakan Markus pada sidang lanjutan proyek KTP-el, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/10)
"Setelah mendengarkan pernyataan saksi Andi Narogong, diketahui kalau Andi enggak pernah memberikan (uang). Jadi, saya tidak pernah terima dan saya tidak pernah melihat yang mulia," kata Markus.
Menanggapi pernyataan tersebut, salah satu Majelis Hakim Emelia kemudian mengonfirmasikan keterangan keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo ihwal pemberian uang sebesar US$1 juta yang diberikan di ruang kerja mantan Ketua DPR Setya Novanto. Dalam pemberian itu, Irvanto menyebut Markus ditemani Ketua Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng.
"Saya tidak tahu yang mulia, karena saya waktu itu ada di ruangan Pak Setnov sebagai ketua panitia fraksi. Pada saat itu saya sebagai ketua panitia hari ulang tahun fraksi," tutur dia.
Bahkan, Markus mengaku tidak tahu kapan pemberian itu dilakukan Irvanto. Dia juga tidak mengetahui adanya pemberian uang tersebut. "Saya tidak tahu (ada pemberian uang). Saya tidak tahu apa saja yang diberikan dan saya tak tahu kalau saya ada di situ," ucap dia.
Baginya, keterangan pemberian uang di ruangan Setya Novanto itu akan terang benderang, jika Ketua Fraksi Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng dapat dimintai keterangan sebagai saksi dalam sidang tersebut.
"Iya yang mulia, saya tidak pernah terima uang. Makanya saya meminta Marcus Mekeng dihadirkan (dalam sidang) supaya jelas," ujarnya.
Jawaban serupa dilontarkan Markus ketika Ketua Majelis Hakim Franky Tambulun, menanyakan penerimaan uang dalam kasus yang merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun itu.
"Menyangkut penerimaan uang, kan tidak pernah saya terima. Tidak pernah (saya terima) yang mulia," ucap dia.
Sebelumnya, Markus didakwa telah memperkaya diri sendiri dengan nilai US$1.400.000 dari proyek KTP-el. Tak hanya itu, dia juga didakwa memperkaya orang lain dan koorporasi dari uang megaproyek KTP-el itu.
Dia juga didakwa telah merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek KTP-el. Markus dianggap sengaja mencegah atau merintangi pemeriksaan Miryam S Haryani, yang saat itu berstatus saksi dalam persidangan untuk terdakwa Sugiharto.
Atas perbuatannya Markus dianggap melanggar Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.