Seorang advokat, Arifin Purwanto, mengugat masa berlaku surat izin mengemudi (SIM) 5 tahun, yang diatur dalam Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Sidang pun telah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) karena teregistrasi dengan nomor perkara 42/PUUXXI/2023.
Uji materi ini diajukan lantaran merasa dirugikan secara waktu, biaya, dan tenaga dengan kebijakan tersebut. Apalagi, penerapan masa berlaku SIM 5 tahun dinilai tanpa kajian matang dan tidak jelas alas hukumnya.
"Menurut pemohon, masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolok ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana," demikian isi keterangan MK, Senin (10/7).
Arifin menerangkan, memiliki SIM bukanlah perkara mudah, terutama saat ujian teori dan praktik. Apalagi, hanya diinformasikan lulus ujian teori tanpa pernah diberitahukan mana jawaban yang benar dan salah.
"Selain itu, tolok ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut," tuturnya.
Baginya, ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak pernah ada pelajaran teori dan praktik lalu lintas dan angkutan jalan dari lembaga kompeten. Namun, langsung mengikuti ujian untuk mendapatkan SIM sehingga banyak masyarakat yang gagal bahkan hingga berkali-kali.
"Karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini seringkali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Misalnya, calo," ucapnya.
Arifin lantas memohon MK agar mengabulkan permohonannya bahwa Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945. Pun menyatakan frasa "berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang" tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai "berlaku seumur hidup".