Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dinilai tidak membenahi sistem penerimaan murid anyar. Pangkalnya, masalah sama penerimaan peserta didik baru (PPDB) terus berulang terulang tiap tahunnya.
Anggota Komisi X DPR, Himmatul Aliyah, mencontohkan dengan banyaknya orang tua ssiswa yang membuat surat keterangan domisili sementara. Pangkalnya, kualitas sekolah belum merata sehingga berupaya agar anaknya mendapatkan pendidikan yang baik.
"Kemudian, juga masalah yang terjadi mengenai PPDB ini, misalnya, juga zonasi. Ada satu kawasan di wilayah di Ciganjur (Jakarta Selatan, red) di dapil saya, justru warga setempat enggak bisa masuk sekolah di daerahnya. Malah dari orang luar yang bisa masuk" ungkapnya.
"Kemudian, belum lagi yang dari jalur prestasi, harus gugur karena usia, misalnya. Beda beberapa hari anak-anak yang berprestasi juara 1, juara 2 juara 3, itu akhirnya terpental karena usia," imbuhnya.
Jika ini terus terjadi, menurut Himmatul, maka hak belajar murid terampas. Pangkalnya, siswa yang telah nyaman belajar sejak SD, harus terhenti di jenjang SMP lantaran terkendala masalah usia.
Politikus Partai Gerindra itu pun mendorong pemerintah hanya menerapkan pembatasan usia saat PPDB hanya diterapkan saat masuk SD minimal 7 tahun. Sebab, bakal mengurangi kesempatan anak untuk bermain.
Apabila ada murid yang sudah terlanjur masuk sebelum diterapkannya kebijakan tersebut, maka mesti tetap diakomodasi. Dengan demikian, tidak ada lagi anak-anak yang hak belajarnya terampas.
Himmatul juga mendorong Kemendikbud Ristek segera menyusun kebijakan yang mengafirmasi semua persoalan usia dan zonasi. "Diharapkan persoalan ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah."
"Jangan hanya mengandalkan hal-hal yang memang sudah ada sebelumnya, tapi tidak ada perbaikan apa-apa. Kami minta dengan sangat kepada pemerintah agar segera kebijakan ini diubah, ya. Jangan sampai melanggar hak asasi manusia hak belajar siswa," tutupnya, melansir situs web DOR.