Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, mengimbau masyarakat tidak mudah terbujuk rayu kotak amal dengan simbol agama menyusul terbongkarnya kasus pendanaan untuk terorisme, terutama yang berada di swalayan. Sebaiknya berderma kepada keluarga terdekat atau fakir miskin di sekitar agar tepat sasaran.
"Karena kita tidak bisa mengejar di situ, keluarga kita ingatkan atau pemilik minimarket jangan menerima mengisi kotak amal itu. Kalau mau menyumbang, ya, langsung saja ke keluarga kita, anak-anak kita, fakir miskin, langsung tepat sasaran," ujarnya dalam webinar Alinea Forum "Membajak Kedermawanan Rakyat; Eksistensi Kelompok Teror dan Penggalangan Pendanaan", Senin (28/12).
Meski hanya Rp200-Rp500, menurutnya, sumbangan ke kotak amal di minimarket dapat terkumpul signifikan karena jumlahnya ribuan.
Selain di swalayan, kata Irfan, kotak amal di rumah ibadah dan sekolah juga perlu ditertibkan. Namun, tidak bisa digeneralisasi.
Dirinya berpendapat, modus ini dipakai kelompok terorisme dengan memanfaatkan kedermawanan masyarakat. Pun menghalalkan segala cara untuk menghimpun dana dengan menggunakan istilah-istilah yang dianggap suci.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono, sebelumnya menyebut, jaringan terorisme Jamaah Islamiah (JI) telah menyebarkan 20.068 kotak amal untuk menghimpun pendanaan. Kotak disebar dengan mengatasnamakan Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA).
Kotak-kotak amal itu tersebar di Sumatera Utara 4.000, Lampung 6.000, Jakarta 48, Semarang 300, Pati 200, Temanggung 200, Solo 2.000, Yogyakarta 2.000, Magetan 2.000, Surabaya 800, Malang 2.500, dan Ambon 20 kotak amal.
Kotak amal yang disebarkan tersebut memiliki ciri-ciri berbahan kaca dengan kerangka aluminium untuk wilayah Jakarta, Lampung, Malang, Surabaya, Temanggung, Yogyakarta, dan Semarang. Sedangkan di Solo, Sumut, Pati, Magetan, dan Ambon berkerangka kayu.
“Semua itu didapat dari keterangan salah satu terduga teroris berinisial FS alias Acil," ucapnya, beberapa waktu lalu.