close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto iStock
icon caption
Ilustrasi. Foto iStock
Nasional
Sabtu, 27 Agustus 2022 17:12

Mata pelajaran di RUU Sisdiknas cenderung fleksibel, begini respons pengamat

Doni mempertanyakan nasib para guru yang mengajarkan mata pelajaran jika RUU Sisdiknas itu diberlakukan.
swipe

Pendidikan merupakan sebuah proses yang dinamis, selalu mengikuti perkembangan dan kebutuhan zaman. UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 No.20 Tahun 2003 berbicara tentang kerangka dasar kurikulum yang terkaitan tentang muatan wajib yang harus dipelajari oleh anak Indonesia. 

Di mana kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, 
matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.

Pengaturan dalam UU seperti ini dalam implementasinya menjadikan semua muatan menjadi mata pelajaran dan proses pengorganisasiannya menjadi sangat kaku yang berdasarkan jam pelajaran. Sehingga tidak memungkinkan berbagai model dan mekanisme pelajaran lain yang sebenarnya sama-sama ada di muatan kurikulum.

Bagaimana dengan RUU Sisdiknas? Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan, draf Pasal 77 RUU Sisdiknas tidak menyebutkan norma pengaturan tentang bagaimana muatan-muatan ini diatur dan diorganisasi. Hanya menyebutkan muatan wajib terdiri dari pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan bahasa Indonesia.

"Namun di luar itu ada norma lain, terutama Pasal 77 ayat 4. Yang menyatakan muatan wajib sebagaimana disebutkan ayat 1 huruf d sampai dengan huruf j, tidak harus dalam bentuk mata pelajaran masing-masing dan dapat diorganisasikan secara fleksibel, relevan, dan kontekstual. Hal seperti ini tidak ada dalam UU sebelumnya," kata dia dalam keterangan videonya, Sabtu (27/8).

Dia menyebutkan, kalau diorganisasi tidak selalu mata pelajaran, mengartikan ada nonmata pelajaran. Kemudian kalau diorganisasikan secara fleksibel, berarti proses pembelajarannya tidak harus berkelanjutan. Misalkan pembelajaran sejarah tidak mesti setiap semester ada, tetapi bisa dibuat dalam bentuk lain yang lebih fleksibel sesuai konteks dan relevansi.

"Masalahnya adalah bagaimana nasib para guru yang mengajarkan mata pelajaran? Apakah dasar-dasar membuat pasal ini sudah memiliki dasar kebijakan dan norma ini sudah cukup kuat dan mempertimbangkan persoalan di lapangan?" tanya dia.

Dia khawatir, kalau norma ini dimasukan dalam perubahan Sisdiknas malah akan menimbulkan kehkawatiran, kebingungan, dan kekacauan. Terlebih selama ini, pendidikan di Indonesia sudah mempunyai mata pelajaran yang rutin dipelajari terjadwal dari semester 1 sampai terakhir. Untuk itu, dia menyebutkan norma baru tersebut harus didukung konsep yang jelas saat nanti diimplementasikan.

"Makanya perlu ada dasar-dasar riset dan penelitian yang mendukung fleksibilitas dalam ayat 4 Pasal 77. Pemerintah harus sungguh-sungguh memiliki dasar argumentasi yang kuat. Bagaimana nanti nasib guru yang sudah mengajar per mata pelajaran? Bagaimana nasib para guru yang biasanya selalu mengajar per semester, ketika tiba-tiba pengajaran berubah menjadi diskontinue alias, tidak pertahun selalu ada," papar dia.

img
Atikah Rahmah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan