Pendidikan dasar atau biasa disebut sekolah dasar (SD), merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program selama enam tahun. Menurut Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, persyaratan usia ideal sebagai siswa SD, yaitu tujuh tahun atau paling rendah enam tahun.
Pada masa tempuh pendidikan selama enam tahun tersebut, para siswa SD diajarkan sepuluh mata pelajaran umum. Hal itu berdasarkan muatan kurikulum, di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 No. 20 Tahun 2003.
Terkait itu, pemerhati pendidikan Doni Koesoema A, membandingkan UU Sisdiknas Tahun 2003 dengan draf RUU Sisdiknas, yaitu Pasal 77 Ayat 1, yang saat ini masih dalam proses pembuatan oleh pemerintah,
“Perbandingan antara UU Sisdiknas Tahun 2003 dan RUU Sisdiknas, tampaknya tidak ada perubahan. Semua muatan wajib yang ada di UU Sisdiknas diulang kembali di dalam draf RUU saat ini,” ujarnya dalam keterangan videonya, Selasa (16/8).
Menurut Doni, materi-materi pembelajaran sekolah anak-anak Indonesia sejak SD-SMA terlalu banyak. Ia juga menyampaikan, sebelum pemerintah mengatur norma-norma kurikulum, perlu mempelajari kembali tentang muatan wajib dalam UU Sisdiknas masih sesuai, relevan, dan dibutuhkan atau tidak.
Ia membandingkan dengan negara-negara maju yang tidak berbasis pada mata pelajaran. Sementara muatan-muatan baik di UU 2003, maupun draf RUU sekarang ini, masih fokus kepada rumpun keilmuan tertentu.
“Muatan kurikulum sebaiknya ditata dengan cara dan paradigma baru. Di negara lain, untuk pendidikan dasar ada yang memakai paradigma baru dan tidak berbasis mata pelajaran,” sarannya.
Doni juga mempermasalahkan tentang semua hal yang ada, wajib dipelajari anak-anak Indonesia dalam bentuk mata pelajaran. Membandingkan dengan kurikulum pendidikan dasar di Jepang, mengatur kurikulumnya tidak mendasarkan diri pada mata pelajaran, tetapi yang mereka pelajari adalah materi yang berbasis tentang pertanyaan,
“Jadi sejak dini, anak-anak di Jepang sudah belajar proses untuk bertanya dan menjawab beberapa pertanyaan melalui pengalaman belajar yang diberikan gurunya,” jelas Doni.
Dia menyebut, pendidikan dasar di Jepang terbagi menjadi enam kategori tentang apa yang dipelajari, berdasarkan Canadian Academy, yakni:
1. Siapa kita?
Fokus pada kesejahteraan. Anak-anak sudah diajarkan bagaimana menjaga keseimbangan dan kesejahteraan hidup mereka
2. Di mana kita dalam ruang dan waktu?
Bicara tentang sejarah, bagaimana anak-anak paham tentang di mana posisi mereka saat ini di dalam ruang dan waktu. Kemudian mereka melihat bukti-bukti sejarah apa yang terjadi di masa lalu.
3. Bagaimana kita mengekspresikan diri?
Mengajarkan tentang ekspresi keindahan alam, mengapresiasi dan menciptakan seni, dan bagaimana membuat ekspresi-ekspresi seni yang dibuat oleh anak-anak.
4. Bagaimana dunia ini bekerja?
Karakteristik materi menentukan penggunaannya.
5. Bagaimana (sebagai individu) mengorganisasi diri?
Mengajarkan tentang produksi. Cara hukum ekonomi dan produksi (dimensi ekonomi).
6. Berbagi kehidupan di dalam planet
Mengajarkan tentang berbagi di dunia ini.
“Kalau perlu untuk kurikulum pendidikan dasar, kita atur normanya secara tersendiri di dalam undang-undang. Itu bisa, dengan tema-tema besar tadi (enam kategori Jepang)” seru Dodi.
Itulah sebabnya, dia menegaskan, anak-anak Indonesia butuh terobosan, inovasi, dan cara pikir yang berbeda yang relevan dengan dunia di luar.