Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mewacanakan peradilan in absentia terhadap Harun Masiku yang entah di mana keberadaannya kini. Sementara saat ini sudah tahun keempat sejak kepergiannya.
Sebagai koordinator organisasi ini, Boyamin Saiman mengatakan, wacana itu dilakukan bila memang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kunjung menangkap Harun. Maka, peradilan tanpa kehadiran terdakwa perlu dilakukan.
“Hanya sebagai ikhtiar saja,” kata Boyamin kepada Alinea.id, Senin (29/1).
Sebelum ke sana, Boyamin memastikan bakal terlebih menggugat KPK melalui praperadilan. Pasalnya, dia merasa gerah karena KPK tidak kunjung melaksanakan tugasnya untuk meringkus Harun.
Bahkan, KPK terlihat ompong. Dia menduga itu karena adanya berbagai tekanan politik. Padahal seharusnya KPK tidak kesulitan untuk menemukan Harun.
Harapannya, dari sidang ini, KPK segera menangkap karena perintah hakim. Jadi, tidak ada lagi alasan dalih tak jelas dari penyidik lembaga antirasuah itu.
“KPK tidak mampu menangkap Harun Masiku dikarenakan tidak adanya kemauan,” ujarnya.
Pegiat antikorupsi sekaligus dosen Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) Umar Salahudin, melihat peluang wacana peradilan in absentia kepada Harun Masiku tidak tertutup. Apalagi untuk buronan seperti Harun yang masih diburu.
“Sangat dimungkinkan,” ucapnya kepada Alinea.id.
Secara khusus, peradilan ini memang diatur dalam beberapa undang-undang lainnya. Misalnya pada Pasal 38 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 yang menyatakan: “Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.”
Kemudian, pada Pasal 79 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyatakan: “Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.”
Sementara, Pasal 79 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 yang menyatakan, “Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.”
Selain itu, ada pula, dalam Angka 3 Surat Edaran Mahkamah Agung No: 03 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang No. 31 Tahun 2007 tentang Perikanan. Isinya, “Pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah dalam pengertian perkara in absentia, yaitu terdakwa sejak sidang pertama tidak pernah hadir di persidangan.”
Dengan demikian, dalam perkara tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, serta tindak pidana perikanan dimungkinkan pula suatu persidangan dan pembacaan putusan tanpa dihadiri terdakwa.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak mengambil opsi persidangan in absentia untuk kasus buronan sekaligus mantan caleg PDIP Harun Masiku. Pasalnya, sidang tersebut bisa menghilangkan upaya pengembalian kerugian negara.
“In absentia ini bagus pada kasus-kasus di mana terdakwa yang misal melarikan diri, tetapi meninggalkan aset-aset yang dapat menutupi kerugian negara yang telah ditimbulkan,” kata Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango melalui keterangan tertulis, Jumat (5/1).