Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab dipanggil Gus Dur dikenal sebagai tokoh peletak dasar toleransi di Indonesia. Semasa hidupnya Gus Dur memiliki banyak warisan yang berkaitan dengan perjuangan hak-hak hidup kalangan minoritas.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengungkapkan, semangat toleransi yang diusung oleh Gus Dur lahir dari keterbukaan pikiran yang ia serap dari berbagai buku yang dibaca.
Tak hanya menguasai materi dalam khasanah keilmuan Islam, tetapi Gus Dur juga dikenal menguasai filsafat timur dan barat serta berbagai kebudayaan di berbagai bangsa.
"Makanya kalau sekarang ada yang bakar buku menurut saya agak aneh. Kita harus bebaskan orang untuk membaca karena itu pintu toleransi," katanya dalam peringatan haul Gus Dur ke-10 di Cikini, Jakarta, Sabtu (4/1).
Kalau akses terhadap bacaan dibatasi, kesempatan untuk memahami persoalan dari berbagai sisi akan tertutup. Itu sebabnya Gus Dur, memiliki sifat berpikir dan berperilaku terbuka sehingga dapat mengayomi semua golongan.
"Kalau kita membakar buku pikiran tidak akan terbuka. Gus Dur itu berpikir dan berperilaku itu terbuka," ujarnya.
Di samping itu, meski berasal dari keluarga priayi organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama dan merupakan cucu dan anak dari tokoh kiai besar, Gus Dur tidak pernah merasa dirinya lebih benar.
Lahir dari lingkungan santri yang kental dan menguasai pemahaman pemikiran islam yang luas, namun pemahaman Gus Dur tersebut tidak pernah digunakan untuk melukai kelompok agama lain.
Sunanto menuturkan, Gus Dur lebih mengedepankan toleransi dan keberagaman dibandingkan mengedepankan keakuan diri atau kelompok. Hal ini yang juga dijalankan Gus Dur selama menjabat sebagai presiden keempat Indonesia.
"Gus Dur lahir dari keluarga yang mapan tetapi tidak pernah membedakan cara pandangnya terhadap orang, meski dia bisa. Dia punya pemahaman keagamaan yang sangat kuat tetapi dia tidak pernah melukai orang karena keagamaannya," ucapnya.