Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hari ini resmi meluncurkan program down payment (DP) Rp0. Warga yang berminat, cukup membayar harga rumah Rp185 juta untuk tipe 21 dan Rp320 juta untuk tipe 36. Pembangunan yang baru akan dilaksanakan di Jalan H Naman Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur itu, diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan rumah di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sebanyak 703 unit rumah dengan konsep rumah susun milik (Rusunami) yang ditargetkan akan dibangun. Seluruhnya khusus untuk warga berpenghasilan maksimal Rp7 juta per bulan, belum pernah memiliki rumah dan tidak boleh dipindahtangankan.
Namun, Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus menilai ada yang salah pada filosofi konsep Rusunami yang digadang-gadang untuk MBR. Ia memprediksi akan terjadi kekacauan ketika warga yang telah dibebani cicilan sesuai pada skema perjanjian kembali harus terbebani dengan biaya lain-lain untuk perawatan bangunan yang biasa dikelola Pusat Pengelola Rumah Susun (PPRS).
"Ketika kita bicara milik, maka peran pemerintah lepas pada pengelolaan. Artinya, bangunan akan dikelola pihak ketiga. Pada Rusunami biasanya PPRS yang mengelola," ujarnya saat dihubungi, Kamis (18/1).
Sedangkan, pada filosofi konsep rumah susun sewa (Rusunawa), warga hanya perlu fokus memikirkan biaya sewa yang didalamnya sudah disubsidi pemerintah. Biaya sewa itu pun sudah termasuk dana perawatan yang dikelola langsung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman DKI Jakarta.
"Harusnya, Pak Gubernur melihat perbandingan di Tambora, Jakarta Barat, dimana Rusunami yang bersebelahan dengan Rusunawa sangat timpang karena Rusunaminya hancur berjamur sedangkan Rusunawanya cantik terawat," ungkapnya.
Selain akan menimbulkan masalah baru, Anggota Komisi Pembangunan DPRD DKI itu juga mengingatkan bahwa konsep Rusun yang sesungguhnya adalah sebagai inkubator memperbaiki kualitas ekonomi warga. Artinya, setelah satu keluarga dapat memperbaiki perekonomian dalam tenggat waktu tertentu ketika tinggal di Rusunawa bersubsidi, maka warga tersebut diharapkan dapat membeli perumahan yang lebih mumpuni diluar Rusun.
"Jadi perlu dilihat konsentrasinya dulu. Kalau pemikiran dasarnya menyediakan rumah untuk masyarakat kurang mampu, bagaimana kemudian menjadi Rusunami. Yang harus diingat adalah konsep rumah susun itu bukan untuk tinggal selamanya disitu," terangnya.
Keterjangkauan Rusunami dipertanyakan
Saat melaksanakan langsung peletakan batu pertama (ground breaking) rumah dengan DP RP0, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku belum bisa menyampaikan secara detail berapa besar dan lamanya cicilan dari pembelian unit di rusun tersebut. Menurut dia, mekanisme pembelian, termasuk skema pembayaran cicilan, akan dibuat oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Sedangkan Bestari memprediksikan cicilan terkecil yang harus dikeluarkan satu orang warga untuk memiliki Rusunami dengan DP 0 rupiah masih sebesar Rp2,4 juta per bulan.
Meski Anies mengungkapkan target utama kepemilikannya untuk warga berpenghasilan upah minimum provinsi (UMP), Bestari ragu pemilik Rusunami mampu memenuhi target tersebut.
"Cicilanya saja sudah Rp2,4 juta per bulan, sementara mereka gaji UMP Rp3,6 juta, belum bayar listrik, air, anak sekolah, makan," ujarnya.
Dengan demikian, Bestari mendesak Gubernur beserta jajarannya untuk mengembalikan lagi filosofi rumah susun dengan konsep inkubator yang dapat mengedukasi warga dengan tujuan memperbaiki kualitas hidupnya.