close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Indarto (kanan) menunjukkan barang bukti minuman keras oplosan saat gelar hasil operasi, di Mapolres Metro Bekasi Kota, Bekasi, Jawa Barat, Senin (9/4)./ Antarafoto
icon caption
Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Indarto (kanan) menunjukkan barang bukti minuman keras oplosan saat gelar hasil operasi, di Mapolres Metro Bekasi Kota, Bekasi, Jawa Barat, Senin (9/4)./ Antarafoto
Nasional
Selasa, 10 April 2018 13:39

Memutus rantai peredaran miras oplosan

Hingga kini pihak kepolisian masih memburu pelaku pengedar miras oplosan. Bahkan rantai peredaran disebut-sebut telah mencapai Jakarta.
swipe

Lagi, sebanyak 46 orang di Jawa Barat dan Jakarta Selatan dinyatakan tewas setelah menenggak minuman keras oplosan. Alinea menghimpun dalam sepekan terakhir, korban tewas terbanyak terjadi di Kabupaten Bandung sejumlah 23 orang, 6 orang di Pelabuhan Ratu Sukabumi, 3 di Kota Bandung, 6 di Depok, dan 8 sisanya di Jagakarsa Jakarta Selatan.

Sementara itu, korban yang masih dirawat di sejumlah rumah sakit di Bandung, sudah mencapai 32 orang di RSUD Cikopo Cicalengka hingga Senin kemarin. Direktur RSUD Cikopo Yani Sumpena menuturkan, pasien yang datang dengan keluhan miras oplosan, usianya variatif mulai 19 sampai 52 tahun.

Dari 32 orang itu, kini tersisa 24 pasien. Lima orang dikabarkan telah dibawa pulang, sisanya dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan RSUD Majalaya, karena membutuhkan penanganan intensif.

Menurutnya, pasien mayoritas mengeluhkan sakit yang sama yakni mual, muntah-muntah, sesak napas, dan pusing. Seluruhnya mendapatkan penanganan medis secara intensif sesuai prosedur yang berlaku.

Korban tewas sendiri berjatuhan diduga karena meluasnya peredaran minuman keras jenis tersebut.

Hingga kini pihak kepolisian masih memburu pelaku pengedar minuman beralkohol itu. Bahkan rantai peredaran disebut-sebut telah mencapai wilayah Jakarta. Setelah sebelumnya minuman ini marak dikonsumsi di Jawa Barat.

Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan menyebutkan minuman keras oplosan yang menewaskan sejumlah orang di Jagakarsa mengandung zat kimia mematikan berupa methanol.

"Hasilnya positif cairan (miras) mengandung methanol itu mematikan terhadap yang mengkonsumsi," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Indra Jafar di Jakarta Senin (9/4) malam, dilansir Antara.

Kesimpulan itu menurut Indra berdasarkan hasil otopsi pada tubuh korban tewas dan penelitian cairan yang dikonsumsi dari tim Pusat Labaoratorium dan Forensik (Puslabfor) Mabes Polri.

Indra menuturkan tim Puslabfor menemukan zat kimia berupa methanol dan ethanol pada tubuh korban yang meninggal dunia, sehingga memicu kematian. Seseorang yang mengkonsumsi cairan zat methanol, lanjutnya, akan rusak sistem jaringan tubuh, lalu diikuti menurunkan daya tahan, sesak napas, hingga kematian. Sedangkan cairan ethanol memberi efek memabukkan.

Di Jakarta, sementara telah ditetapkan tersangka berinisial RS, yang diduga menjual minuman keras jenis ini. Oleh RS, minuman itu ia sebut dengan minuman ginseng, di mana semua komposisi soda, minuman berenergi, dan bahan lain ia olah sendiri.

Di sisi lain, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sugianto Tandra mendesak pemerintah segera memutus rantai peredaran minuman beralkohol oplosan ini.

"Pemberantasan minuman beralkohol oplosan mendesak untuk dilakukan. Namun upaya pemberantasan tidak akan berjalan cepat karena peredarannya berada di pasar-pasar gelap yang sulit dikontrol oleh pemerintah," katanya, Senin kemarin.

Menurut Sugianto, perdagangan minuman beralkohol oplosan yang diproduksi oleh industri rumahan dan diperjualbelikan melalui pedagang kaki lima atau warung membuat sirkulasi minuman oplosan tidak mudah dilacak oleh petugas kepolisian.

Sugianto menambahkan, pemerintah perlu menggunakan pendekatan yang efektif dalam menyikapi persoalan minuman beralkohol di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CIPS di enam kota di Indonesia, diketahui motivasi terbesar konsumen mengonsumsi minuman oplosan karena harganya murah dan barang itu dinilai mudah didapatkan.

"Hasil survei CIPS menunjukkan sebanyak 58,7% konsumen menyatakan alasan utama mereka mengonsumsi minuman beralkohol oplosan karena harganya murah dan sangat mudah didapat," paparnya.

Ia mengingatkan, minuman beralkohol oplosan adalah campuran dari bahan-bahan berbahaya dan berisiko menimbulkan kematian, seperti methanol bahkan lotion anti nyamuk yang memicu sakit kepala.

Ada tiga kebijakan, lanjutnya, yang mengatur konsumsi minuman beralkohol di Indonesia. Pertama adalah menaikkan bea impor minuman beralkohol kategori B dan C menjadi 150% dari nilai barang yang diimpor.

Berikutnya, pembaharuan daftar bidang usaha yang tertutup terhadap penanaman modal asing atau terbuka dengan persyaratan tertentu. Terakhir dengan melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket. Sejumlah pemerintah daerah juga memberlakukan larangan untuk minuman beralkohol di wilayah yurisdiksinya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus RUU Minuman Beralkohol DPR RI, Arwani Thomafi mengatakan tengah membahas persoalan minuman keras dalam draf RUU minuman beralkohol. Harapannya pada pekan terakhir April, produk perundang-undangan tersebut sudah bisa dibawa ke Rapat Paripurna.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan