Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, menyebut, butuh kebijakan represif untuk menjerat pelaku kekerasan seksual. Juga rehabilitasi bagi korban.
"Ini permasalahan yang cukup serius. Meskipun (kasus di) desa lebih rendah daripada kota, tetapi bukan berarti kemudian kita bisa berleha-leha tanpa terus memikirkan keselamatan para perempuan di desa,” ucapnya dalam keterangan pers virtual, Rabu (11/11).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, terjadi kenaikan kasus kekerasan seksual di perdesaan. Banyak perempuan muda menjadi korban sebelum berumur 18 tahun.
Halim lantas menyoroti tingginya angka kelahiran oleh perempuan usia muda, rentang 15-19 tahun, yang cenderung menurun. Namun, terbilang masih jauh lebih tinggi daripada di perkotaan.
"Ini kaitannya dengan perkawinan dini. Ini juga permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius," jelasnya. Hal tersebut dianggap menunjukkan peluang remaja desa untuk lebih sehat dalam tumbuh kembangnya jauh lebih rendah daripada di kota.
Menurutnya, ketidaksetaraan gender yang bersifat struktural masih terjadi hingga kini. Karenanya, dibutuhkan kebijakan yang memihak perempuan dan mengakomodasi upaya meningkatkan partisipasi, perlindungan, dan memperluas akses perempuan dalam ranah publik.
Halim pun berharap desa ramah terhadap perempuan ditingkatkan guna mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) akan menyusun sejumlah indikator untuk mengukur keberhasilannya.
Pertama, keberadaan Peraturan Desa/Surat Keputusan Kepala Desa (Perdes/SK Kades) yang responsif gender– yang mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30%. Kedua, menjamin perempuan mendapatkan pelayanan, informasi, serta pendidikan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Ketiga, angka partisipasi kasar (APK) SMA sederajat mencapai 100%. Keempat, jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30%. Kelima, jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan minimal 30%.
Keenam, target prevalensi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan mencapai 0%. Terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapatkan layanan komprehensif menembus 100%.