close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mendikbud rilis aturan pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Freepik
icon caption
Mendikbud rilis aturan pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Freepik
Nasional
Rabu, 09 Agustus 2023 17:17

Mendikbud rilis aturan pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah

Permendikbud Ristek PPKSP menggantikan Permendikbud 82/2015.
swipe

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Anwar Makarim, menerbitkan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbud Ristek PPKSP). Penyusunannya diklaim melibatkan berbagai pihak.

Ia menyampaikan, regulasi tersebut menjadi payung hukum bagi seluruh warga satuan pendidikan dalam menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi. "Permendikbud Ristek PPKSP melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan," ujarnya.

Nadiem menyampaikan, Permendikbud Ristek PPKSP diterbitkan sesuai mandata undang-undang (UU) dan peraturan pemerintah (PP) terkait perlindungan anak. Peraturan tersebut menggantikan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

Ada beberapa perbedaan dengan beleid sebelumnya. Misalnya, menghilangkan area "abu-abu" dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, serta diskriminasi dan intoleransi.

"Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain," tuturnya, menukil situs web Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Kemudian, Permendikbud Ristek PPKSP mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan satuan pendidikan, pemerintah daerah (pemda), dan Kemendikbud Ristek. Pun memuat tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban dengan mengupayakan pemulihan, salah satunya satuan pendidikan dimandatkan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan satuan tugas (satgas) di tingkat pemda.

"TPPK dan satuan tugas perlu dibentuk dalam waktu 6-12 bulan setelah peraturan ini disahkan agar kekerasan di satuan pendidikan dapat segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok kerja ini harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik," urai Nadiem.

Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional 2022, sebanyak 34,51% atau 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual. Kemudian, 1 dari 4 peserta didik (26,9%) berpotensi mengalami hukuman fisik dan 36,31% berpotensi mengalami perundungan.

Temuan tersebut dikuatkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) 2021. Yakni, 20% laki-laki dan 25,4% perempuan usia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam setahun terakhir.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2022 menerima 2.133 aduan tentang anak korban kejahatan seksual, baik kekerasan fisik dan/atau psikis maupun pornografi dan kejahatan siber, sebanyak 2.133. Laporan ini paling banyak diterima daripada kasus lain.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan