Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menuntut perbaikan seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menurut P2G. semestinya Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dan Menpan RB Tjahjo Kumolo bersama pemerintah daerah (pemda) berkoordinasi untuk menambah jumlah formasi guru PPPK. Sebisa mungkin disesuaikan angka kebutuhan riil di daerah, agar dapat mengakomodir semua guru honorer.
Sebagai evaluasi, P2G menilai Mendikbudristek gagal meyakinkan pemda mengusulkan formasi guru PPPK secara maksimal. "Pemda ternyata hanya mengajukan 506.252 formasi pada 2021, itu pun yang lulus 173.329 guru saja. Padahal janji Mas Nadiem menyediakan 1.002.616 formasi. Capaian masih jauh dari target," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Rabu (24/11).
Untuk itu, P2G meminta pemerintah pusat merekalkulasi dan membuat roadmap guru honorer lulus PPPK. Misalnya, urai Satriwan, bagaimana penempatan dan lama kontrak berdasarkan SK pemda, termasuk jenjang pembinaan dan pengembangan karir. Sebab keberadaan guru PPPK berpotensi menggeser keberadaan guru honorer lain yang ada di sekolah tersebut.
“Guru honorer lain bisa terbuang, tentu menjadi masalah baru,” tutur Satriwan.
Menurutnya, diperlukan regulasi khusus yang mengatur apakah guru swasta lolos PPPK akan ditempatkan di sekolah swasta atau negeri? Karena keduanya punya konsekuensi.
"Mengajar di sekolah swasta akan berdampak terhadap penghasilan ganda, dari negara sebagai ASN sekaligus dari yayasan swasta. Tentu menimbulkan kecemburuan sosial bagi guru swasta non PPPK maupun guru PPPK sekolah negeri," jelasnya.
Sebaliknya, sambung dia, jika guru PPPK dari sekolah swasta mengajar di sekolah negeri, keberadaan mereka akan menggeser guru honorer lain yang tak lulus PPPK. Ini menjadi ketidakadilan baru bagi guru honorer lain, dan ada potensi besar terjadinya konflik horizontal sesama guru di masyarakat.
Seleksi PPPK tahap II dan III, lanjut Satriwan, mendorong guru sekolah swasta kelas pinggiran, menjadi ASN PPPK. Jika motivasi menjadi PPPK makin besar, kata dia, patut dikhawatirkan migrasi besar-besaran guru swasta.
Untuk itu, ia menyarankan Kemdikbudristek, Kemenag, dan pemda perlu melakukan pemetaan secara komprehensif sebagai langkah antisipatif, dampak kekurangan guru sekolah swasta nanti. Inilah alasan mendesak dibuatnya regulasi khusus pengelolaan guru PPPK.
Terakhir, P2G sangat menyesalkan 10 pemda yang tidak membuka seleksi guru PPPK tahapan II. Ini bukti kegagalan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim meyakinkan pemda yang berakibat fatal.
Kesepuluh pemda tersebut ada di Jawa Timur, Surabaya, Kuningan, Cilacap, Rembang, Tebing Tinggi, Deli Serdang, Nias Utara, Bandung, dan Tasikmalaya.
"Minimnya daerah mengajukan formasi jelas mengecewakan guru honorer, akan memperkecil peluang menjadi PPPK, dan mematikan ikhtiar mereka memperbaiki nasib. Lagi-lagi guru honorer menjadi korban buruknya pengelolaan rekrutmen guru oleh pemerintah," ucapnya.