close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Papua, Lukas Enembe, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/1). Alinea.id/Gempita Surya.
icon caption
Gubernur Papua, Lukas Enembe, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/1). Alinea.id/Gempita Surya.
Nasional
Jumat, 13 Januari 2023 06:24

Mengaku stroke, Lukas Enembe tidak dicecar pertanyaan

Lukas Enembe dicecar delapan pertanyaan oleh penyidik KPK.
swipe

Gubernur Papua, Lukas Enembe, selesai menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan perdana usai Lukas ditetapkan sebagai tersangka itu berlangsung sekitar 4,5 jam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/1).

Dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan dan petugas Brimob, Lukas keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 21.42 WIB. Ia dibawa dengan mobil tahanan menuju Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.

Kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, mengatakan kliennya dicecar delapan pertanyaan oleh tim penyidik. Namun, Petrus menyebut, tidak ada materi pertanyaan terkait substansi perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas.

"Tidak ada materi (substansi)," kata Petrus saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (12/1) malam.

Petrus pun mengungkapkan delapan materi pertanyaan yang ditanyakan penyidik dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Pertanyaan itu meliputi identitas dan riwayat hidup yang mencakup pekerjaan, pendidikan, orang tua, serta jabatan. Petrus menyebut, Lukas juga ditanya soal kondisi kesehatannya.

"Pertama, 'Apakah saudara dalam keadaan sehat?' Jawaban beliau, 'Tidak, saat ini saya dalam kondisi sakit stroke.' Pelan sekali," ujarnya.

Kemudian, penyidik juga bertanya apakah Lukas mengerti ia diperiksa karena disangkakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 A dan 12 B Undang-Undang Tipikor. Petrus menyebut, Lukas menjawab dirinya mengerti. Lukas juga mengiyakan pertanyaan penyidik soal didampingi oleh penasihat hukum.

"Lalu (ditanya), 'Apakah saudara pernah dihukum, tersangkut tindak pidana?' (dijawab) 'Tidak pernah'," ucap Petrus.

Petrus menyebut, tidak ada pertanyaan dari penyidik soal materi pokok perkara yang menjerat Lukas, misalnya, soal pertemuan dengan Rijatono Lakka atau aliran dana. Namun, Petrus bilang, dirinya ditanya penyidik soal keberadaan saksi yang meringankan.

"Lalu penyidik bilang, 'Ada saksi meringankan?' Saya bilang, 'Meringankan apanya?' Meringankan pasal 11? Iya kubilang perbuatan materilnya apa? (penyidik) Tidak bisa menjawab," ucap dia.

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan Lukas telah selesai menjalani masa pembantaran penahanannya. Dari pemeriksaan tim medis, Lukas telah dinyatakan fit to stand trial sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dalam rangka kelengkapan berkas perkaranya.

Ditambahkan Ali, pihaknya memastikan bakal melaksanakan seluruh prosedur hukum dalam proses penyidikan pengungkapan perkara yang menjerat Lukas. Namun demikian, hak-hak tersangka juga tetap dipenuhi sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku 

KPK resmi mengumumkan penahanan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe pada Rabu (11/1). Lukas sejatinya ditahan selama 20 hari di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur mulai 11-30 Januari 2023. Namun, penyidik membantarkan Lukas ke RSPAD Gatot Subroto dengan pertimbangan kesehatan sampai dengan kondisi yang bersangkutan membaik menurut tim dokter.

Selain Lukas, dalam perkara ini KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka sebagai tersangka. Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka.

Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar. 

Sebagai pemberi, Rijatono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Lukas, sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan