Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron (B.1.1.529). SE yang ditandatangani Menkes pada 30 Desember tersebut ditujukan kepada para gubernur dan bupati/walikota serta kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota di seluruh Indonesia
“Poin utama dari aturan ini untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah serta fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) dalam menghadapi ancaman penularan Omicron. Mengingat dalam beberapa waktu terakhir kasus transmisi lokal terus meningkat kesiapan daerah dalam merespons penyebaran Omicron sangat penting agar tidak menimbulkan klaster baru penularan COVID-19,” ujar Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Rabu (05/01).
Nadia mengungkapkan, penambahan kasus konfirmasi Omicron di Indonesia masih didominasi oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru kembali dari perjalanan luar negeri.
“Mayoritas (penularan) masih didominasi pelaku perjalanan luar negeri. Dari hasil pemantauan, sebagian besar kondisinya ringan dan tanpa gejala. Gejala paling banyak adalah batuk (49 persen) dan pilek (27 persen),” ujarnya.
Omicron memiliki tingkat penularan yang jauh lebih cepat dibandingkan varian Delta. Sejak ditemukan pertama kali pada 24 November 2021 di Afrika Selatan, kini Omicron telah terdeteksi di lebih dari 110 negara dan diperkirakan akan terus meluas.
Di level nasional, pergerakan Omicron juga terus meningkat sejak pertama kali dikonfirmasi pada 16 Desember 2021. Kemenkes mencatat terdapat 92 kasus konfirmasi Omicron baru pada 4 Januari 2022, sehingga total kasus menjadi 254 kasus. Adapun rinciannya adalah 239 kasus dari pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus transmisi lokal.
Berikut ketentuan pencegahan dan pengendalian varian Omicron yang disampaikan Menkes melalui SE, pertama, seluruh kasus probable dan konfirmasi varian Omicron baik yang bergejala (simptomatik) maupun tidak bergejala (asimptomatik) harus dilakukan isolasi di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19.
Kedua, kasus probable dan konfirmasi varian Omicron sebagaimana dimaksud dengan kriteria probable varian Omicron, yaitu kasus konfirmasi COVID-19 yang hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif S-Gene Target Failure (SGTF) atau uji deteksi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) mengarah ke varian Omicron. Serta konfirmasi varian Omicron, yaitu kasus konfirmasi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan sekuensing positif Omicron SAR-COV-2.
Ketiga, setiap kasus probable dan konfirmasi varian Omicron yang ditemukan harus segera dilakukan pelacakan kontak dalam waktu 1 x 24 jam untuk penemuan kontak erat. Setelah ditemukan, setiap kontak erat wajib segera dilakukan karantina selama 10 hari di fasilitas karantina terpusat. Melakukan pemeriksaan entry dan exit test menggunakan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). Jika hasil pemeriksaan NAAT positif maka harus dilanjutkan pemeriksaan SGTF di laboratorium yang mampu pemeriksaan SGTF dan secara pararel spesimen dikirim ke laboratorium Whole Genome Sequencing (WGS) terdekat sesuai dengan Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/Menkes/4842/2021 tentang Jejaring Laboratorium Surveilans Genomen Virus SARs-CoV-2.
Untuk menemukan kontak erat varian Omicron (B.1.1.529.) pada kasus probable atau konfirmasi varian Omicron bergejala dihitung sejak 2 hari sebelum gejala timbul sampai 14 hari setelah gejala timbul (atau hingga kasus melakukan isolasi). Lalu pada kasus probable atau konfirmasi varian Omicron tidak bergejala dihitung sejak 2 hari sebelum pengambilan swab dengan hasil positif sampai 14 hari setelahnya (atau hingga kasus melakukan isolasi).
Kemudian, kriteria selesai isolasi dan sembuh pada kasus probable dan konfirmasi varian Omicron pada kasus yang tidak bergejala isolasi dilakukan selama sekurang-kurangnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi ditambah hasil pemeriksaan NAAT negatif selama 2 kali berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 24 jam.
Serta pada kasus yang bergejala isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan, hasil pemeriksaan NAAT negatif selama dua kali berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 24 jam.
Berikutnya, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota melakukan pencatatan dan pelaporan serta berkoordinasi dengan Kemenkes dalam upaya pencegahan dan pengendalian kasus varian Omicron. Pencatatan dan pelaporan kasus varian Omicron dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi Allrecord TC-19.
Terakhir, pembiayaan isolasi di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19 varian Omicron dan karantina terpusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.