Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengajak semua pihak untuk meningkatkan kerja sama penyiapan regulasi hak penerbit atau publisher rights untuk menghadirkan konvergensi industri media di Indonesia. Menurutnya, publisher rights bukan untuk mengatasi dominasi di saat munculnya new comer over the top (OTT).
"Tapi untuk membangun satu konvergensi industri media untuk menjaga agar lapangan usaha lebih berimbang, agar bisa hidup bersama-sama, yang saling memperkuat antara konvensional media dengan new comer over the top," kata Johnny dalam keterangannya usai pertemuan dengan Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (21/3).
Menurut Johnny, Dewan Pers dan konstituen telah bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran untuk menyusun naskah akademik berkaitan dengan regulasi hak penerbit. Menurutnya, naskah akademik tersebut ditargetkan rampung dalam dua minggu ke depan.
"Dalam rapat bersama Dewan Pers dan konstituen Dewan Pers, masih ada beberapa hal yang harus perlu disempurnakan. Mudah-mudahan dalam dua minggu ke depan kita bisa menyelesaikan naskah akademiknya," ujarnya.
Dari naskah akademik tersebut, Kemenkominfo mengusulkan langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta hak inisiatif mengusulkan payung hukum berkaitan dengan publisher rights yang relevan.
"Termasuk pilihan payung hukumnya yang paling relevan dengan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Karena yang terkait dengan publisher rights dan digital tersebar di banyak undang-undang," jelasnya.
Menkominfo menjelaskan, salah satu alternatif pengaturan hak penerbit dengan mengaitkan pada payung hukum yang sudah ada. Antara lain Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, maupun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Jika pilihan dalam bentuk undang-undang, tentu akan berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Apakah undang-undang baru atau revisi terhadap berbagai undang-undang? Untuk sementara ini, pilihan teknis yang paling mungkin adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, ini yang sedang kita exercise draft perundang-undangannya dalam bentuk dua payung ini," ungkapnya.
Mengenai target implementasi payung hukum publisher rights, Johnny menegaskan hal itu akan bergantung pada pilihan yang diusulkan. "Apakah dalam bentuk undang-undang atau peraturan turunannya. Sehingga nanti kita akan lihat payung hukum mana yang bisa kita selesaikan dengan cepat. Namun itu juga yang diimplementasikan dan mempunyai landasan hukum yang kuat," kata dia.
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo, menjelaskan, implementasi payung hukum publisher right tidak hanya menjadi kebutuhan di Indonesia. Kata dia, kebutuhan itu telah menjadi fenomena global baik di Eropa, Australia, Kanada dan beberapa negara lain yang mengadopsi publisher right dalam konteks nasional.
"Jadi regulasi ini bukan regulasi yang menegaskan sikap anti-platform (digital), bukan sikap menutup diri dari transformasi digital. Tetapi untuk menciptakan sistem media yang seimbang dan setara," ujar Agus.
Menurut dia, jika ada kolaborasi antara media publisher dengan platform digital maka sejauh mungkin kolaborasi saling menguntungkan dan saling menghidupi.
"Yang lebih penting lagi adalah bagaimana kolaborasi ini berkontribusi besar terhadap upaya untuk membangun good journalism, good content dan ruang publik yang beradab. Selama ini ada problem di situ, di mana soal kewajiban tanggung jawab platform ada beberapa pertanyaan, sekarang dengan regulasi ini coba diatur," pungkasnya.