close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5).Foto Antara/Hasnugara/Zan/wsj.
icon caption
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5).Foto Antara/Hasnugara/Zan/wsj.
Nasional
Minggu, 10 Mei 2020 18:25

Menlu Retno: ABK kapal China alami perlakuan tak manusiawi

Perlakuan yang dimaksud antara lain, gaji yang tidak dibayar atau dibayar tidak sesuai nilai yang tercantum pada kontrak kerja.
swipe

Kementerian Luar Negeri menduga ada pelanggaran hak asasi manusia atau HAM terhadap warga negara Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perusahaan China. Pelanggaran HAM itu terjadi, baik dalam jam kerja yang melebihi beban maupun upah yang tidak sesuai yang dijanjikan dalam kontrak.

Hal itu ditegaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi setelah bertemu langsung dengan 14 anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal perusahaan China.

"Siang hari ini saya telah bertemu langsung dengan 14 ABK untuk kembali mendapatkan informasi mengenai apa yang mereka alami selama bekerja di kapal China,” ujar Retno kepada wartawan secara daring dari Jakarta, Minggu (10/5).

Keempat belas WNI yang kembali dari Korea Selatan pada Jumat (8/5) itu sebelumnya bekerja di kapal Long Xing 629. Mereka termasuk sebagian dari total 46 WNI yang bekerja sebagai ABK di empat kapal berbendera China, yaitu Long Xing 629, Long Xing 605, Tian Yu 8, dan Long Xing 606.

Sebagian besar ABK itu meminta pulang ke Tanah Air. Alasannya, mereka mendapat perlakuan tidak manusiawi selama bekerja di kapal-kapal tersebut. Perlakuan yang dimaksud antara lain, gaji yang tidak dibayar atau dibayar tidak sesuai nilai yang tercantum pada kontrak kerja.

Mereka juga diharuskan bekerja hingga 18 jam per hari. Menurut Retno, ini amat tidak manusiawi. Bahkan, terdapat tiga WNI yang meninggal di atas kapal kemudian jenazahnya dilarung ke laut, dan satu WNI meninggal setelah dirawat di sebuah rumah sakit di Korea Selatan karena penyakit pneumonia.

“Berdasarkan keterangan para ABK, perlakuan ini telah mencederai hak asasi manusia,” ujar Retno.

Komitmen Kemlu

Retno menjelaskan, informasi dari para ABK akan menjadi sumber penyelidikan kasus. Penyelidikan dilakukan Bareskrim Polri bekerja sama dengan otoritas China. Penelusuran informasi juga akan melibatkan pihak-pihak lain yang terkait.

“Ke depan, pemerintah akan memastikan hak-hak seluruh ABK WNI dapat terpenuhi. Indonesia telah dan akan terus meminta China untuk memberikan kerja sama dalam penyelesaian kasus ini,” tutur Retno.

Menlu Retno memastikan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas, termasuk pembenahan tata kelola di hulu. Secara bilateral, Kemlu melalui Dubes RI di Beijing telah melakukan pembicaraan dengan Dirjen Asia Kemlu China guna membahas masalah ini.

Dari pertemuan tersebut, Pemerintah China menyampaikan memberi perhatian khusus atas peristiwa yang dialami puluhan ABK. Pemerintah China juga sedang melakukan investigasi terhadap perusahaan perikanan China yang mempekerjakan ABK Indonesia.

Pihak China, baik pemerintah maupun perusahaan kapal, menyebut pelarungan tiga jenazah ABK WNI telah sesuai dengan prosedur Organisasi Buruh Internasional dan disetujui pihak keluarga.

Namun, otoritas Indonesia akan melakukan penyelidikan lebih lanjut kasus ini. Pihak keluarga ABK juga menyatakan kepada beberapa media bahwa pelarungan jenazah dilakukan tanpa izin mereka.

Pemulangan jenazah

Pada bagian lain, Retno menjelaskan, jenazah ABK berinisial EP diterbangkan dari Jakarta ke Medan pada Sabtu siang (9/5) untuk diserahkan kepada pihak keluarga. EP merupakan WNI yang bekerja di kapal berbendera China. Jenazah EP diterbangkan ke Tanah Air dari Korea Selatan pada Jumat (8/5) bersama 14 ABK lain.

“Hari ini jenazah akan dibawa ke rumah duka,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

EP bekerja sebagai ABK di kapal Long Xing 629. Sejatinya ia ingin kembali ke Indonesia setelah mengalami dugaan pelanggaran hak asasi manusia di kapal tersebut.

Bersama 14 rekannya, EP berlabuh di Korea Selatan untuk mengurus kepulangan ke Tanah Air. Ia pun sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Busan karena sakit. EP kemudian meninggal setelah dinyatakan menderita pneumonia.

“Saya telah berbicara dengan ayah almarhum EP pada siang hari ini, dan secara langsung menyampaikan rasa duka mendalam,” tutur Menlu Retno.

Tim dari Kemlu juga akan menemui pihak keluarga guna menyerahkan barang-barang pribadi milik almarhum EP. “Saya telah menyampaikan kepada ayah almarhum bahwa pemerintah akan bekerja keras agar hak-hak almarhum yang belum dipenuhi segera diselesaikan oleh pihak perusahaan kapal,” kata Retno. (Ant)
 

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan