Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan, dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah tetap akan menggunakan izin Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) untuk kegiatan usaha.
"Pada dasarnya perubahan atau penyesuaian dengan omnibus law ini tetap memperhatikan aspek lingkungan (berdasarkan Amdal)," kata Siti usai menyerahkan Surat Presiden (Surpres) dan naskah akademik RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).
Hanya saja, kata Siti, pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini persyaratan usaha tidak lagi dibebankan kepada swasta, melainkan dari pemerintah. Artinya, ketika izin usaha tidak memenuhi syarat dan standar pemerintah, maka tak bakal keluar izin usaha.
Jadi, jelas Siti, kekuatan untuk menjaga kelestarian lingkungannya tetap ada. "Kenapa? Karena standar lingkungan itu mempunyai daya enforce, daya untuk kita mempersoalkan. Dan itu nanti ditetapkan dalam peraturan pemerintah (PP). Itu yang terkait dengan lingkungan. Jadi enggak benar kalau dibilang Amdalnya dihapus dan lain-lain itu tidak benar," jelas Siti.
Selain Amdal, ada juga perubahan ihwal pengadaan lahan. Pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini pemerintah sepakat menghapus presentase minimum luas pengadaan lahan untuk investasi.
Sebagai gantinya, lanjut Siti, pemerintah hanya mentepakan kriteria luas minimum lahan yang besarannya diserahkan kepada masing-masing daerah.
"Kalau di UU lama kan ditentuin harus sekian persen. Jadi kalau menyebut angka di dalam UU, itu kan menjadi sulit bagi seluruh provinsi. Nanti provinsi menjadi tidak bisa berkembang secara bersama-sama," ujar dia.
Kriteria tersebut, menurut Siti, diambil berdasarkan bentuk proporsional biogeofisik alam dari daerah yang ingin dijadikan tempat investasi. Prinsipnya, pemerintah hanya ingin semuanya menjadi sederhana untuk pembangunan, namun tetap menjaga lingkungan.
Sebelumnya, pemerintah melalui enam menteri telah resmi menyerahkan Surpres beserta naskah akademik RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR RI. Dua komponen tersebut langsung diterima oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Enam menteri dari Kabinet Indonesia Maju (KIK) adalah Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlanggara Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Tata Ruang dan Agraria Sofyan Djalil, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
"Dalam kesempatan ini Pak Menko dan para menteri menyampaikan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja akan terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR. Jadi kalau ada yang mengatakan DPR sudah membaca drafnya, belum. Apakah DPR sudah tahu isinya, belum," terang Puan usai pertemuan berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).
Dipaparkan Puan, untuk menindaklanjuti Surpres dan naskah akademik ini, akan ada tujuh komisi di DPR yang terlibat. Namun, hingga sekarang DPR masih belum bisa memastikan bagaimana mekanisme pembahasan, apakah melalui Badan Legislasi atau pun membentuk Panitia Khusus (Pansus).