Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin menjadi kepala daerah ketiga yang ditangkap tangan KPK pada awal tahun ini. Sebelum Terbit yang ditangkap pada Selasa (18/1), ada nama Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud yang ditangkap pada Rabu (12/1) dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen yang ditangkap pada Rabu (5/1).
Ketiga nama itu, menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat korupsi. Data KPK menunjukkan, setidaknya ada 22 gubernur serta 148 wali kota, bupati, atau wakilnya yang terjerat tindak pidana rasuah dalam periode 2004 hingga 2022.
Sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2010 hingga Juni 2018 berdasarkan kegiatan penindakan kejaksaan dan kepolisian, ada 253 kepala daerah yang diproses hukum karena korupsi.
Celah korupsi infrastruktur
Berdasarkan riset tim Alinea Insight, dalam periode 2019 hingga 2021, ada 29 kepala daerah yang tersandung korupsi. Rinciannya, 13 kepala daerah ditindak pada 2019, lima pada 2020, dan 11 pada 2021.
Praktik kotor itu paling banyak menyasar sektor infrastruktur, dengan total 15 kali pada 2019-2021. Objek infrastruktur yang paling banyak dikorupsi adalah proyek pembangunan jalan sebesar 35%; pasar 15%; masjid, jembatan, air, rumah, dan jaringan distribusi masing-masing 5%, serta lain-lain 20%.
Modus korupsi yang dilakukan, dari temuan tim Alinea Insight, paling banyak adalah suap, yakni 14 kasus. Sementara tujuh kasus menggunakan modus makelar proyek dan jabatan, pungutan liar dua kasus, gratifikasi dua kasus, laporan fiktif dua kasus, penyalahgunaan anggaran satu kasus, dan mark up satu kasus.
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, memang terjadi peningkatan kasus korupsi di sektor infrastruktur. Pada 2015, ICW menemukan 106 kasus korupsi terkait proyek infrastruktur. Jumlah itu terus meningkat, menjadi 133 kasus pada 2016, 158 kasus pada 2017, dan 167 kasus pada 2018.
KPK juga mencatat, sepanjang 2020 hingga Maret 2021, ada 36 kasus korupsi terkait infrastruktur.
“Sektor infrastruktur adalah lahan basah (korupsi), sehingga banyak orang yang menjadikan infrastruktur sebagai objek korupsi, termasuk kepala daerah,” kata Egi saat dihubungi Alinea.id, Kamis (10/2).
Anggaran pembangunan di daerah yang terbilang besar, membuat sektor infrastruktur menggiurkan untuk para maling uang rakyat. Egi menilai, oknum kepala daerah dapat memanfaatkan dana infrastruktur sebagai penebus uang yang hilang tatkala pemilihan. Menurutnya, tak jarang kepala daerah diberikan modal politik oleh para pengusaha berupa uang untuk kampanye.
“Ketika dia terpilih dan duduk di posisi kepala daerah, butuh (dana) untuk mengembalikan modal politik awal atau untuk pemilu selanjutnya,” ucap Egi.
Selain itu, kata dia, bisa jadi kepala daerah memberikan proyek infrastruktur kepada pengusaha yang membantunya.
Di sisi lain, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebut, muslihat kepala daerah melakukan praktik rasuah di sektor infrastruktur dilandasi adanya celah korupsi dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa. Ia mengakui, sistem pengadaan yang ada, yakni electronic procurement (e-procurement) belum mampu menangkal maksud jahat maling uang rakyat.
Salah satu celah yang tak bisa ditangkal dari sistem itu, menurutnya, ada praktik “arisan” proyek yang diatur para kontraktor. Praktik ini merupakan permainan perusahaan yang ikut tender, dapat menggarap proyek secara rata.
“Misalnya ada tiga kontraktor rebut tiga proyek, nanti mereka bagi saja satu-satu,” tuturnya, Rabu (9/2).
“Tender yang ini, PT A yang menang, sisanya hanya jadi pendamping atau meramaikan saja.”
Modus lainnya, biasanya berupa intervensi yang menentukan pemenang tender proyek dari pihak luar. Entah itu kepala daerah, legislator daerah, atau partai politik.
“Misalnya, maju PT A punya bupati. PT B, PT C ini buat penggembira saja, menang PT A,” kata dia.
“Nah, sistem yang ada di lapangan yang namanya e-procurement itu tidak bisa menangkal praktik yang dilakukan para kontraktor atau kepala daerah.”
Pahala merasa, kewenangan KPK terbatas. Sehingga tak bisa membuat sistem pengadaan di sektor konstruksi. Baginya, mekanisme tender yang ada saat ini, tak dapat menutup celah praktik kotor para “tikus” rasuah.
Memutus rantai korupsi infrastruktur
Untuk mengatasi praktik culas kepala daerah, Egi mengatakan, perlu kesadaran dan tanggung jawab para calon pemimpin di daerah dalam melaporkan dana kampanye kepada publik. Sebab, kerap kali ditemukan, kepala daerah tak melaporkan seluruh penerimaan dana kampanye.
“Biasanya yang tidak dilaporkan itu ialah dana gelap atau dana dari pihak yang tidak ingin disebutkan namanya, termasuk (dana) pengusaha,” ucap Egi.
Sementara itu, Pahala menuturkan, masih ada asa dalam melakukan pengadaan barang dan jasa di sektor kontruksi, agar tak dikorupsi. Ia menawarkan sistem serupa marketplace. Gagasan itu pernah ia usulkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.
“Jadi enggak usah pakai tender. Tinggal pilih kontraktor dari harganya. Tinggal nunjuk, enggak usah dibikin susah,” ujar Pahala.
Gagasan kedua, setiap pengadaan proyek infrastruktur diberikan kepada warga, dengan sistem swakelola. Menurut dia, dengan sistem tersebut praktik menggelembungkan harga dan mengurangi kualitas bahan bangunan bisa ditekan. Di samping itu, warga dapat menentukan sendiri kebutuhan mereka dalam proyek tersebut.
“Misalnya mau bikin jalan beton. Kasih aja ke masyarakat, suruh beli sendiri beton ready mix, ucap dia.
“Bayangin kalau dikasih kontraktor, belum kena PPN (pajak pertambahan nilai), belum suap.”
Dihubungi terpisah, Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta mengatakan, sudah melakukan perbaikan sistem tender, guna meminimalisir celah korupsi di bidang infrastruktur. Perbaikan dilakukan dengan mengubah strategi paket pengadaan barang dan jasa.
“Kalau (strategi paket pengadaan) konvensional, peluang untuk diatur dan diintervensi (oleh kepala daerah) itu masih sangat besar,” ujar Setya, Rabu (9/2).
“Makanya kita ubah dan ini sudah kita uji coba di beberapa tempat. Hasilnya cukup bagus, baik dari sisi kualitas naik 200%, dari sisi harga turun 50%.”
Ia menjelaskan, strategi paket pengadaan yang baru, memuat empat tahap. Pertama, perencanaan.
Dalam tahap ini, LKPP mewajibkan instansi untuk membayar konsultan konstruksi dengan harga yang sesuai. Aturan ini diterapkan karena konsultan kerap mengeluh dibayar rendah oleh instansi.
Kedua, pengadaan. Dalam tahap ini, LKPP melarang instansi untuk menggabungkan paket agar nilainya menjadi besar. LKPP juga melarang memecah paket pengadaan hingga besaran pagunya di bawah Rp200 juta. Tujuannya, agar instansi tak melakukan penunjukan langsung.
“Misalnya paket pertama, jenisnya paket pengadaan material konstruksi. Itu nanti dikumpulin dulu dalam setahun mau bangun apa, butuh material apa, volumenya berapa,” katanya.
Supaya efisien, kata Setya, mekanisme tender akan dibuat itemized (terperinci). Mekanisme itu merupakan bentuk lelang per item (barang) dalam satu paket pengadaan. Tujuannya, agar peserta tender berasal dari produsen bahan baku, bukan kontraktor atau pihak ketiga. LKPP pun mewajibkan kesepakatan dilakukan dengan kontrak payung.
“Apa itu? Kontrak yang belum ada anggarannya,” ujar dia.
“Jadi, diikat 3-4 tahun, supaya harganya lebih efisien, kalau beli eceran kan lebih mahal daripada beli harga jangka panjang.”
Ketiga, dilakukan paket lelang sewa alat berat. Pemberlakukan aturan ini didasari lantaran kontraktor daerah kerap gugur ketika mengikuti lelang, akibat tak memenuhi syarat. Misalnya tak punya alat berat.
Keempat, lelang jasa kontruksi. Dalam tahap ini, LKPP menekankan para kontraktor tak boleh mengambil untung dari pengadaan material, alat berat, dan bayaran tenaga kerja.
Laba dapat diambil dari keuntungan jasa, dengan nilai yang wajar, maksimal 15% dari nilai pengadaan. Nilai laba yang wajar, jelas Setya, juga menjadi bahan “pertandingan” untuk menentukan pemenang tender.
“Paket terakhir adalah paket pengawas kontruksi,” tutur Setya.
Senada dengan Pahala, Setya mengatakan, LKPP pun menginisiasi program pekerjaan proyek yang digarap secara swakelola. Strategi swakelola dapat dilakukan bila alat berat dan material konstruksi tersedia.
“Dengan model seperti ini, tidak ada yang mengurangi bahan material, sehingga kualitasnya bisa naik,” ujar Setya.
“Selain itu, pengusaha daerah menjadi pemenang sangat besar.”
Menanggapi masalah ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah meminta LKPP bisa memastikan mekanisme pengadaan yang baru mendorong transparansi. Sebab, ia merasa mekanisme tender yang lama terkesan tertutup.
“Semua harus melalui proses tender yang terbuka dan transparan,” katanya, Jumat (11/2).
“(Kalau tidak transparan) itu OTT KPK semakin banyak karena korupsi merajalela.”