Merancang keuangan haji yang berkelanjutan dan berkeadilan
Kuota haji Indonesia tahun 2023 dipastikan kembali ke angka normal sebelum pandemi Covid-19, yakni 221.000. Namun, euforia berhaji usai dunia dihantam pandemi, tampaknya sedikit menyiratkan kecewa karena usulan kenaikan ongkos ke tanah suci dari Kementerian Agama (Kemenag).
Pada Kamis (19/1), Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan prasaran tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR yang membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haji.
Yaqut usul, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)—sejumlah dana yang digunakan untuk operasional penyelenggaraan haji—tahun ini sebesar Rp98.893.909, dengan komposisi biaya perjalanan ibadah haji (bipih)—biaya yang harus dibayar warga yang berangkat haji—sebesar Rp69.193.734 atau 70% dan nilai manfaat—hasil investasi dana haji, terutama yang sudah masuk masa tunggu dan menyetor sebagian bipih untuk menutup kekurangan kebutuhan penyelenggaraan haji—sebesar Rp29.700.175 atau 30%.
Sedangkan komponen yang dibebankan kepada jemaah dimanfaatkan untuk membayar biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi pergi-pulang Rp33.979.784, akomodasi Makkah Rp18.768.000, akomodasi Madinah Rp5.601.640, biaya hidup Rp4.080.000, visa Rp1.224.000, dan paket layanan masyair Rp5.540.109.
Ada kenaikan biaya bipih, yang tahun 2022 sebesar Rp39.886.009 atau 40,54% dan nilai manfaat Rp58.493.012. Skema itu dikenal dengan komposisi 40:60.
Skenario dana haji berkelanjutan
Dalam diskusi virtual “Kontroversi Biaya Haji 2023” di kanal YouTube Forum Insan Cita, Jumat (27/1), anggota Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf mengatakan, BPIH, bipih, dan nilai manfaat dari tahun ke tahun terus naik.
Pada 2010, BPIH sebesar Rp34,5 juta dengan komposisi bipih Rp30 juta (87%) dan nilai manfaat Rp4,45 juta (13%). Namun, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pada 2022 nilai manfaat lebih besar ketimbang bipih. Saat itu, nilai manfaat sebesar Rp57,91 juta, sedangkan bipih Rp38,89 juta. Sementara usulan 2023, nilai manfaat terjun bebas di angka Rp29,7 juta, sedangkan bipih Rp69,19 juta.
Menurut Amri, jika nilai manfaat lebih besar dari bipih dalam komposisi BPIH, maka diprediksi pada 2027 nilai manfaat yang dikelola BPKH akan habis. Bisa jadi, katanya, jemaah haji yang berangkat setelah 2027 akan menggunakan saldo pokok tabungan calon jemaah haji yang masuk masa tunggu, sekitar 5,3 juta orang.
“Kita akan mengalami peristiwa seperti yang pernah kita lalui bersama, yaitu ketika First Travel menawarkan umrah murah yang kemudian ternyata biaya umrah itu diambil dari setoran jemaah yang berangkat belakangan,” ucap Amri.
Kemenag mengusulkan formula 70% bipih dan 30% nilai manfaat dengan tujuan berkeadilan, dan pengelolaan dana haji bisa berkelanjutan. Formula tersebut juga dipandang memenuhi standar syariah, terkait prinsip istitha’ah (kemampuan berhaji).
Tahun 2022, perolehan akumulasi nilai manfaat sebesar Rp10,08 triliun. Jika komposisi 70% bipih dan 30% nilai manfaat diterapkan, maka proyeksi nilai manfaat yang dibagikan kepada jemaah tahun berjalan Rp5,47 triliun dan Rp2,06 triliun untuk calon jemaah haji tunggu.
Supaya dana haji bisa berkelanjutan dan berkeadilan, Amri mengatakan, BPKH sudah merancang strateginya. Ke depan, pihaknya bakal mendistribusikan hasil investasi melalui virtual account jemaah haji ditambah alokasinya.
“(Sehingga) nilai manfaatnya (yang dibagikan kepada jemaah tahun berangkat) itu hanya menjadi tambalan saja. Kontribusinya tidak besar,” ujarnya.
Sementara itu, dalam diskusi yang sama, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras Adha mengatakan, keuangan haji memang harus dirasionalisasi. Skenario yang dipakai saat ini, yaitu rerata kenaikan bipih lebih kecil dari BPIH dan imbal hasil (yield) investasi sesuai rencana strategis (renstra) BPKH, sebesar 6,5%.
Dampaknya, subsidi semakin besar setiap tahun, imbal hasil tak kuat menahan besaran subsidi dan defisit, keuangan haji tak mampu bertahan pada 2027, dan akumulasi nilai manfaat akan jadi negatif pada 2027.
Izzudin menjelaskan, Indef sudah membuat tujuh skenario keuangan haji, tiga di antaranya yang direkomendasikan kepada BPKH. Intinya, menaikkan bipih secara bertahap.
Skenario pertama, bipih naik sebesar 6% tiap tahun dengan imbal hasil investasi 8%. “Dengan kondisi seperti itu, maka nilai manfaat tidak negatif. Artinya keuangan haji bisa sustainable,” ujarnya.
Kedua, bipih naik jadi 12% dengan imbal hasil investasi sesuai renstra BPKH, yakni 6,5%. Ketiga, bipih naik setiap tiga tahun dengan besaran 18%, sedangkan imbal hasil investasi 7,5%.
Menurut dia, dengan meningkatnya nilai bipih, setoran awal juga sebaiknya dinaikkan secara bertahap. Misalkan, jadi Rp30 juta hingga Rp35 juta. Harapannya akan posiitif pada nilai imbal hasil investasi guna menutup subsidi.
Dihubungi Alinea.id pada Selasa (31/1), Izzudin mengatakan, imbal hasil investasi BPKH sebesar 7%. Nilai itu sudah di atas renstra BPKH, yakni 6,5%. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018, kata dia, memang perlu kehati-hatian dalam investasi dana haji. Artinya, jika ada kerugian, semua pihak di Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BPKH harus tanggung jawab.
“Ditambah lagi dalam PP 5 Tahun 2018, itu juga ada pasal (yang menyebut) dana abadi umat (DAU) harus diinvestasikan pada portofolio investasi yang berprofil risiko rendah,” kata Izzudin.
Karenanya, bila ingin imbal balik investasi lebih tinggi dari yang ada sekarang, ia mengusulkan regulasi perlu direvisi. “Tapi kalau selama UU dan PP-nya masih sama, ya imbal hasilnya juga tidak akan jauh dari 7%-8%,” ucapnya.
Izzudin menambahkan, dalam investasi dana haji, BPKH bisa bekerja sama dengan Kemenag. Bentuknya, bisa bidang perhotelan, katering, atau transportasi. Dengan demikian, diharapkan bisa menekan biaya operasional ibadah haji, yang bermuara turunnya BPIH.
Efisiensi
Menurut Izzudin, investasi di tiga bidang tadi termasuk bagian dari efisiensi. Selain dapat menekan biaya haji, durasi ibadah pun dapat dipangkas dari yang sebelumnya 40 hari menjadi lebih singkat. Dalam kajian Indef, salah satu rekomendasi penurunan subsidi adalah memangkas durasi jemaah haji di Arab Saudi jadi 20 hari.
Selain itu, mengurangi biaya sewa pemondokan dengan investasi pemondokan jemaah oleh pemerintah, serta penambahan maskapai untuk pemberangkatan haji. Seturut itu, kata Izzudin, tata kelola kelembagaan haji juga perlu dibenahi.
“Karena dari pengalaman BPKH periode pertama kelihatan masih ada hal-hal yang perlu dibenahi soal kerja sama antara institusi,” katanya.
Berbicara di diskusi kanal YouTube Forum Insan Cita, Jumat (27/1), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, efisiensi biaya haji bisa ditekan dengan melakukan tender terbuka pada maskapai-maskapai lain. Menurut dia, biaya penerbangan pergi-pulang ke Arab Saudi sebesar Rp33,9 juta terjadi karena maskapai tak mau dibebani dengan kondisi pulang tanpa penumpang.
“Kalau bisa dibuka tender terbuka, saya kira akan memaksa Garuda (Indonesia) untuk bisa mengikuti logika-logika umum dalam penerbangan itu sendiri,” kata Hidayat.
“Kalau ini bisa dilakukan, maka yang dibayar hanya satu kali PP (pergi-pulang) bukan dua kali PP, maka nilai tiketnya akan menjadi rasional.”
Sama seperti Izzudin, Hidayat juga mengusulkan memangkas durasi ibadah haji. Kemenag, kata dia, bisa melobi Pemerintah Arab Saudi untuk menggunakan bandara lain, selain yang ada di Madinah dan Jeddah, bila alasan durasi 40 hari karena dua bandara itu terlalu ramai saat musim haji. Ia menerangkan, di dekat dua kota itu, masih ada bandara yang potensial dimanfaatkan.
“Kalau itu bisa dilobi dengan sangat baik, saya kira masa tinggal di Saudi Arabia bisa dikurangi menjadi 30 hari,” ujarnya.
“Jadi penghematan 10 hari, berarti sekitar seperempat dari anggaran yang bisa dihemat.”
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro, juga di forum diskusi yang sama mengatakan, pemerintah bisa memperlakukan “spesial” sekitar 60.000 calon jemaah haji usia lanjut yang tahun ini diberangkatkan, demi menekan biaya.
“Mereka diberangkatkan terlebih dahulu, tapi bisa dipulangkan lebih cepat. Ini juga akan menekan cost,” tuturnya.
Di sisi lain, Amri menyebut, biaya haji yang dibebankan kepada jemaah di Indonesia termasuk lebih murah dibandingkan negara Asia Tenggara lain, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Dilihat dari data BPKH tahun 2022, bipih di Brunei Rp176 juta, Singapura Rp98,5 juta, dan Malaysia Rp45,6 juta. Hanya Indonesia dan Malaysia yang mendapatkan subsidi dari nilai manfat.
Di diskusi tersebut, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief mengatakan, perlu ada kajian terlebih dahulu mengenai investasi penyelenggaraan haji di Arab Saudi. Pada dasarnya, kata dia, Kemenag mendorong ada penguatan ekosistem haji.
Soal rumusan pembiayaan ibadah haji, Hilman menjelaskan, pemerintah dan Komisi VIII DPR ingin mencari formula yang berkeadilan dan berkelanjutan. Namun, hal itu tak mudah.
“Kami sudah melakukan kajian-kajian, bagaimana ke depan, berapa persen mungkin baiknya naik, dan proporsinya itu yang paling ideal berapa,” ucapnya.
Hilman menambahkan, ada ketentuan dari Arab Saudi soal maskapai, yakni hanya maskapai nasional negara asal dan Arab Saudi saja yang diperkenankan mengangkut jemaah. Dengan kata lain, jika menggunakan maskapai dari negara lain, maka harus singgah dahulu di negara tersebut.
“Indonesia, silakan cari di maskapai nasionalnya. Bisa dibuka, siapa saja tentunya. Tapi, kita nanti (lihat) yang paling kuat seperti apa, kita pelajari berdasarkan data lapangan,” ujar Hilman.