close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kejahatan jalanan di Bekasi. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi kejahatan jalanan di Bekasi. Alinea.id/Firgie Saputra
Nasional
Selasa, 25 Oktober 2022 07:28

Meredam resah kejahatan jalanan di Bekasi

Kasus begal, curanmor, dan tawuran kerap terjadi di Bekasi belakangan ini.
swipe

Pada Rabu (19/10) dini hari, di tengah guyuran hujan, Bagja memacu sepeda motornya di Jalan Raya Jejalen-Jabir, Tambun Utara, Bekasi, Jawa Barat yang gelap dan penuh lubang. Jalan itu kerap dilintasinya setiap pergi-pulang kerja dari kantornya yang berada di Jakarta Pusat.

Melintasi jalan yang sepi, semua tampak biasa. Namun, mendekati perumahan Cahaya Darussalam 2, sekitar 500 meter dari rumahnya, ia merasa ada yang tak beres. Bagja melihat lima orang di dua sepeda motor berjalan beriringan.

Bagja lalu memacu sepeda motornya lebih kencang mendahului mereka. Tak disangka, mereka mengejar Bagja. Sepeda motornya sempat dipepet dan ia diperintahkan berhenti. Bagja menduga mereka kawanan begal, sehingga ia memilih tak berhenti, langsung tancap gas meloloskan diri.

“Memang jalanan itu dikenal rawan. Beberapa minggu yang lalu, baru ada kejadian kena begal bapak-bapak,” kata Bagja yang berprofesi sebagai pekerja media kepada Alinea.id, Kamis (20/10).

Warga waswas

Bagja mengatakan, jalanan menuju rumahnya gelap dan berlubang menjadi lokasi favorit pelaku begal. Selain begal, kejahatan jalanan lainnya yang marak di Tambun Utara adalah pencurian kendaraan bermotor (curanmor), tawuran, dan hipnotis.

“Kalau kejahatan hipnotis di jalanan, korbannya kebanyakan anak kecil (remaja), umur 14 atau 15 tahun yang bawa motor. Setelah dihipnotis, motornya dibawa kabur,” kata Bagja.

Menurut Bagja, kejahatan jalanan yang belakangan sering terjadi di wilayah Tambun Utara karena tak ada perhatian dari aparat keamanan. "Sudah banyak korbannya, tapi enggak ada sama sekali patroli dari polisi," kata Bagja.

Seorang warga Babelan, Bekasi, Dian Pangestu pun waswas dengan kejahatan jalanan yang meningkat di daerahnya. Jika tak ada keperluan mendesak, ia berpikir dua kali keluar rumah pada malam hari.

“Soalnya di sini, baru-baru ini, lagi banyak begal sama pencurian motor,” ujar perempuan berusia 27 tahun itu, Kamis (20/10).

Korban pembegalan di daerahnya rata-rata siswa SMA. Sedangkan perkara curanmor, Dian mengatakan, pekan lalu tetangganya baru kehilangan sepeda motor.

Anggota tim operasi kejahatan jalanan Polres Metro Bekasi Kota menunjukkan barang bukti yang diamankan dari sejumlah pemuda yang hendak tawuran di Jalan Ratna, Jatiasih, Bekasi, Selasa (18/10/2022)./Foto polresmetrobekasikota.com

Seorang pedagang yang mangkal di pinggir Jalan Sultan Agung, Medan Satria, Bekasi, Abdul Kholik pun mengaku cemas bila melihat sekelompok anak muda bersepeda motor, yang kerap muncul pada Kamis dan Sabtu malam. Soalnya, mereka membawa gir motor atau celurit.

“Kadang ada 10 orang bawa senjata, mau tawuran,” tutur penjual kopi itu, Rabu (19/10). “Kalau cuma mau nongkrong sih enggak apa-apa. Cuma masalahnya kalau ribut (tawuran). Itu saya kadang suka resah.”

Kholik dibayangi kekhawatiran lapaknya kena imbas bentrok antarkelompok remaja. Meski sejauh ini, ia mengaku belum mengalami kerugian besar dari tawuran yang sering kali terjadi.

"Cuma pernah anak-anak enggak bayar kopi karena pada lari pas ribut," kata Kholik.

Kapolres Bekasi Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengakui, belakangan kejahatan jalanan di Bekasi meningkat. Namun, ia tak dapat merinci jumlah kasusnya. Polres Metro Bekasi Kota pun memetakan, ada 37 titik rawan kejahatan jalanan di wilayah Bekasi.

Gidion memastikan, pihaknya bakal melakukan pencegahan dan pengungkapan kasus. “Kita optimalkan pencegahan dengan patroli yang ditingkatkan, baik patroli presisi maupun rutin,” ujarnya, Jumat (21/10).

“Penangkapan terhadap pelaku juga dilakukan, yang terakhir (penangkapan) di Setu, Babelan.”

Menurut Gidion, pelaku kejahatan jalanan di Bekasi, terutama begal, beroperasi dalam bentuk kelompok kecil dan tak saling terhubung, tetapi jumlahnya lumayan banyak. Ia mengungkapkan, jumlah polisi yang sangat tak sebanding dengan warga menyebabkan aparat sulit menangani semua tindak kejahatan.

"Kalau dari perbandingan polisi dan masyarakat secara internasional 1:700, tapi riilnya di Bekasi 1:2.300-an," kata Gidion.

Akar masalah

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon Runturambi mengatakan, kawasan industri seperti Bekasi adalah ladang subur kejahatan jalanan karena merupakan laju perlintasan aktivitas warga. Josias menduga, kasus kejahatan jalanan yang muncul ke permukaan, belum tentu menggambarkan fakta sesungguhnya.

"Beberapa kali saya lihat kasus kriminal itu seperti gunung es. Bisa jadi, yang muncul tidak seperti yang terjadi," kata Josias, Rabu (19/10).

Menurutnya, kejahatan jalanan yang terus terjadi di Bekasi bisa jadi karena tiada penanganan serius dari kepolisian. "Akhirnya mereka melakukan kembali (kejahatan) di wilayah tadi,” ujarnya.

“Banyak saya lihat, kelompok kejahatan itu dilakukan remaja. Mungkin sekadar iseng, tapi ada pula yang profesional.”

 Kegiatan patroli rutin mengantisipasi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di Bekasi, Jumat (21/10/2022)./Foto Instagram Polres Metro Bekasi Kota/@restrobekasikota_official

Jika tak segera ditangani, Josias mengatakan kejahatan jalanan di Bekasi bisa menimbulkan ketakutan yang meluas. Selain itu, bakal muncul ketidakpercayaan pada pihak keamanan.

Sementara itu, sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana menilai, ada persoalan pelik terkait kesejahteraan di Bekasi, yang berhubungan erat dengan tindak kejahatan jalanan.

Asep menerangkan, kejahatan jalanan sudah menjadi ciri khas daerah penyangga DKI Jakarta, seperti Tangerang, Depok, dan Bekasi. Asep melihat, sektor industri yang sangat terkonsentrasi di kawasan Jabodetabek memicu arus urbanisasi yang tak terkendali, membuat sebagian orang berlomba masuk ke dalam sektor industri. Celakanya, ada sebagian orang yang tidak mampu terlibat dalam industrialisasi.

"Salah satu pusat industri itu di Bekasi," ucap Asep, Selasa (18/10).

Lalu, dampak industrialisasi membuat tatanan masyarakat di Bekasi berubah, dari yang semula agraris ke industrialisasi. Akhirnya, banyak orang yang tersisih, tak mampu beradaptasi dengan perubahan.

"Jadi ibarat mesin produksi dalam skala besar, ada kelompok-kelompok sosial terutama masyarakat bawah, yang tidak ikut dalam proses itu. Dia hanya penonton saja," ujarnya.

Ada orang-orang yang tak merasakan dampak ekonomi dari industrialisasi. Lalu, kata Asep, warga yang sudah miskin, nekat melakukan tindak kriminal untuk bertahan hidup.

Asep juga melihat, generasi muda di daerah penyangga ibu kota tak seberuntung dengan yang tinggal di Jakarta—yang punya peluang akses kesejahteraan lebih luas. Imbasnya, banyak generasi muda di daerah penyangga terjerumus dalam dunia kriminal.

Di samping itu, Asep menuturkan, pendidikan tak berjalan baik di Bekasi. Hal ini mengakibatkan banyak orang yang tak punya keterampilan tersisih tak bisa mengakses lapangan kerja.

"Akhirnya muncul premanisme dan sebagainya. Itu mengakibatkan mereka mencari jalan pintas," ujar Asep.

Lebih lanjut, Asep menerangkan, sebagian warga Bekasi banyak yang tak mau kalah dengan perantau yang lebih sukses. Namun, sayangnya melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan uang secara instan.

"Pendatang itu menampilkan kehidupan yang lebih individual. Mereka mencari karier, kadang-kadang ada yang kaya dan sebagainya," tutur Asep.

Untuk mencegah terjadinya kejahatan jalanan, menurut Josias, perlu ada antisipasi dari masyarakat dan aparat. Ada baiknya, kata Josias, industri di Bekasi menambah fasilitas kendaraan antarjemput karyawan guna mencegah tindak pembegalan. Sedangkan polisi, bisa memasang CCTV di daerah rawan kejahatan.

“Ini bisa jadi solusi dari kekurangan SDM (di kepolisian),” ujarnya. “Kemudian, kasus juga harus didampingi secara tuntas supaya pelakunya tidak melakukan kejahatan berulang.”

Pemasangan CCTV di daerah perbatasan, menurut Josias, juga penting untuk mengawasi aksi geng motor yang buat ribut di Bekasi, lalu lari ke wilayah hukum lain. "Bisa perbatasan Bekasi-Jakarta, Bekasi-Depok, dan Bekasi- Bogor," ujar Josias.

Infografik kejahatan jalanan. Alinea.id/Firgie Saputra

Sedangkan menurut Asep, cara yang bisa ditempuh meredam kejahatan jalanan di Bekasi adalah aparat harus meningkatkan kemampuan untuk mengatasi tindak kriminal yang meluas.

"Jadi polisi juga harus meningkatkan profesionalitas agar bisa melakukan tindakan-tindakan represif kalau ada kejahatan itu," ujar Asep.

"Kalau yang kenakalan remaja beda lagi cara mengatasinya. Itu urusan dinas sosial.”

Di sisi lain, ia menyarankan pemerintah mengoptimalkan dana corporate social responsibility (CSR) dari industri untuk memfasilitasi menjalankan program kemasyarakatan yang positif, guna meredam kriminalitas di kalangan anak muda di Bekasi.

“Misalnya, yang berbasis di pesantren, masjid, atau karang taruna,” ujarnya.

CSR pun perlu dialokasikan untuk kepentingan pendidikan di Bekasi. Terutama menyasar kepada mereka yang tersisih dari pembangunan industri.

“Jadi berasa ke bawah dengan CSR itu. Idealnya memang Pemda Bekasi harus menganggarkan anggaran pendidikan yang lebih besar untuk memfasilitasi mereka,” tuturnya.

Bantuan pendidikan, kata Asep, merupakan investasi yang cukup adil. "Pendidikan itu kan ada yang sifatnya technical skill dan soft skill. Agar bisa mengakses pekerjaan," ujar Asep.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan