Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengawasan terhadap peredaran produk pangan olahan jelang Hari Raya Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. Sampai dengan 21 Desember 2022, sebanyak 769 dari 2.412 sarana edar yang diperiksa menjual produk tidak memenuhi ketentuan (TMK).
Dari seluruh sarana tersebut, BPOM menemukan 66.113 pieces produk TMK dengan nilai ekonomi sekitar Rp666,9 juta. Temuan penjualan produk TMK ini meliputi pangan olahan kedaluwarsa, tanpa izin edar (TIE)/ilegal, dan rusak, baik produk impor maupun produksi dalam negeri (lokal).
Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan, temuan pangan TIE Impor terbanyak menjelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 yaitu mie instan, keik, krimer kental manis, dan bumbu siap pakai. Peredaran produk dimaksud seharusnya dapat ditekan dengan partisipasi masyarakat untuk tidak membelinya.
“Padahal untuk jenis-jenis pangan tersebut, Indonesia juga memiliki produk pangan olahan serupa yang telah terdaftar dan tidak kalah kualitas maupun variasinya dibanding produk impor,” kata Penny dalam keterangan pers, Senin (26/12).
Masyarakat dapat memilih produk lokal dengan label yang mencantumkan informasi nilai gizi (ING) serta Logo Pilihan Lebih Sehat, sebagaimana diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan.
BPOM siap memberikan bimbingan dan memfasilitasi pelaku usaha termasuk Usaha Mikro Kecil (UMK). Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah pangan TIE lokal yang beredar, khususnya bahan tambahan pangan (BTP) dan makanan ringan.
"Pendampingan terhadap UMK diberikan untuk membantu proses dan pemenuhan persyaratan pendaftaran produk pangan olahan," ujar Penny.
Kendati demikian, terhadap hasil temuan sementara dari pengawasan yang dilakukan BPOM, langkah penanganan juga diambil sebagai upaya tindak lanjut terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Langkah penanganan ini berupa penghentian peredaran produk ilegal serta pemusnahan produk yang kedaluwarsa dan/atau rusak.
"Dan untuk memastikan tidak terjadi lagi, akan ada sanksi administrasi yang dikenakan pada distributornya di jalur peredaran tersebut," ucapnya.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Olahan BPOM Rita Endang menambahkan, setiap distributor pangan olahan wajib memiliki Sertifikat Sistem Manajemen Keamanan Pangan Olahan (SMKPO).
SMKPO merupakan suatu sistem yang disusun dan dikembangkan untuk menjamin keamanan dan mutu pangan olahan melalui pengawasan berbasis risiko secara mandiri di sepanjang rantai peredaran pangan.
Peredaran pangan dalam hal ini mencakup seluruh kegiatan berupa penerimaan, penyimpanan, pemajangan, distribusi, pengangkutan, dan/atau penyaluran pangan olahan.
"Jika tidak memenuhi persyaratan terkait dengan mutu, maka sertifikat tersebut dapat ditarik, sehingga sarananya tidak dapat lagi mengedarkan (produk pangan olahan)," ujar Rita.
Selain itu, sanksi juga dapat dikenakan kepada industri yang bertanggung jawab terhadap seluruh mutu dan keamanan produk hingga ke ritel. Dalam hal ini, sanksi yang diberikan berupa peringatan hingga pencabutan nomor izin edar apabila produknya ditemukan tidak memenuhi persyaratan.
"Katakanlah ditemukan produk tersebut nomor izin edarnya sudah habis di sarana peredaran, maka industri sarana tersebut, pelaku usaha tersebut dapat dikenai sanksi. Pertama adalah peringatan keras, kemudian juga penghentian sementara kegiatan, bahkan dapat dicabut nomor izin edarnya," tutur Rita.