close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Antara/Dyah Dwi/am.
icon caption
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Antara/Dyah Dwi/am.
Nasional
Rabu, 14 Oktober 2020 08:27

Misteri keberadaan draf UU Ciptaker, Formappi: Apa ada kesengajaan?

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menjelaskan, dalam tata tertib DPR tidak ada kewajiban membagikan draf final RUU
swipe

Misteri keberadaan draf saat pengambilan keputusan tingkat II Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) pada Senin (5/10) menimbulkan kecurigaan mendalam terhadap sikap pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Peneliti dan Koordinator Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, mempertanyakan sikap DPR yang menyetujui RUU Ciptaker menjadi undang-undang. Dia merasa janggal dengan sikap setuju untuk mengundangkan regulasi itu di saat draf RUU Ciptaker tidak dipegang oleh seluruh anggota dewan.

"Keanehan di atas sekaligus memunculkan pertanyaan, apakah ada kesengajaan yang dilakukan pihak tertentu agar anggota tak diberikan naskah RUU. Agar tak ada ruang untuk memperdebatkan substansi pada saat pengambilan keputusan?" kata Lucius, saat dihubungi, Rabu (13/10).

Dengan tanpa debat substansi, amat mudah bagi pimpinan DPR untuk memproses kesepakatan dengan mengandalkan suara fraksi yang menyampaikan pandangan mini.

Tak hanya itu, dia juga merasa janggal dengan keputusan yang diambil DPR saat sebagian besar anggota tidak mengetahui dan memahami detail substansi RUU Cipta Kerja yang akan disahkan.

"Saya kira keputusan setinggi UU tak bisa hantam kromo saja. Anggota DPR yang memang memiliki fungsi legislasi harus bisa mempertanggung jawabkan keputusan mereka. Bahwa mereka mengatakan setuju atau tidak setuju untuk sesuatu yang mereka tak paham saya kira adalah sebuah persoalan serius," katanya.

Lucius lantas mengkritik narasi pemangku kewenangan terkait adanya disinformasi sejumlah materi RUU Ciptaker yang dipersoalkan publik.

"Bagaimana mengharapkan publik bisa mendapatkan informasi yang benar jika bahkan mereka yang membuat kebijakan saja justru tak memegang informasi yang benar itu," ucap dia.

Kendati demikian, Lucius menilai, Puan Cs harus bertanggung jawab lantaran tidak adanya draf RUU Ciptaker saat pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna. Di samping itu, dia meminta pemerintah tidak menyalahkan publik lantaran terjadi disinformasi dalam penyampaian kritik regulasi sapu jagat itu.

"Klarifikasi maupun sosialisasi yang tampak masif baru dilakukan setelah muncul demonstrasi. Ini enggak bener juga. Pemerintah dan DPR seolah-olah tak menganggap penting informasi sepanjang proses pembahasan itu penting untuk diketahui publik," tuturnya.

"Ini membenarkan dugaan akan ketertutupan selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja sekaligus mengklarifikasi bahwa RUU ini memang syarat dengan masalah karena keadilan yang diharapkan atas kelompok pekerja sesungguhnya tak diatur secara berimbang dengan keuntungan bagi pengusaha," tandas Lucius.

Sebagai informasi, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menjelaskan, dalam tata tertib DPR tidak ada kewajiban membagikan draf final RUU kepada seluruh anggota saat pembahasan dalam Rapat Paripurna. Sebab, RUU tersebut telah disepakati seluruh fraksi bersama pemerintah dalam pengambilan keputusan tingkat I.

DPR sendiri masih memproses perbaikan draf UU Ciptaker setelah disahkan menjadi UU, Senin (5/10). Dalam proses itu, terdapat draf berbagai versi yang tersebar di publik.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan