Pasca penetapan kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai teroris warga setempat mengungsi. Hal tersebut,
untuk menghindari operasi militer di Kabupaten Puncak, Papua.
Pengacara HAM Papua, Gustav Kawer menyebut, warga dari berbagai kecamatan di Kabupaten Puncak, Papua, mengungsi seiring semakin banyak aparat di sana.
"Kami belum punya data yang valid, tetapi dari informasi beberapa titik mobilisasi pasukan begitu besar ke arah Puncak," ucapnya dalam diskusi virtual, Jumat (7/5).
Dia menilai, pelabelan teroris terhadap KKB terlalu dini. Padahal, kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua dengan pelaku TNI-Polri belum dituntaskan. Ketika melakukan investigasi kasus penembakan pendeta Yeremia, tim gabungan pencari fakta (TGPF) Intan Jaya menemukan banyak kasus dengan mayoritas pelaku adalah TNI.
Misalnya, kasus pembakaran dua warga Papua dengan pelaku sembilan oknum TNI. Meski sudah ditetapkan tersangka kasus penembakan pendeta dari unsur TNI, tetapi belum terungkap siapa dan berapa pelakunya.
"Yang penetapan tersangka, kami sampai sekarang tidak dengar pelakunya itu berapa. Yang diungkap itu tidak terungkap," tutur Gustav.
Ia juga mengungkapkan, ada kasus penembakan warga pencari ikan. Namun, organisasi papua merdeka (OPM) dituduh sebagai pelakunya. Tapi, hingga saat ini belum terungkap pelakunya.
Lalu, penembakan pelajar di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua. Terkini, penembakan juga menyasar guru dan tukang ojek.
"Ini diklaim dilakukan oleh KKB. Ini merupakan cara-cara yang dilakukan oleh teroris. Klaim itu dibuat oleh pemerintah dan saya melihat dari desain pemerintah ada tokoh-tokoh Papua yang diundang ke Jakarta, oleh Menko Polhukam (Mahfud MD)," ujar Gustav.
Beberapa tokoh Papua dari unsur forum keagamaan, hingga pemerintah daerah tersebut mendukung penetapan status KKB sebagai teroris.
Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, mengatakan, merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, Polri akan berada di garis depan dalam penanganan KKB. Kemudian, TNI akan diperbantukan untuk mempertebal kekuatan.
"Kalau anda tanya berapa kekuatan, kita hanya menghadapi segelintir orang. Itu tidak perlu banyak (mengerahkan pasukan), tinggal dikoordinasikan, menurut istilah presiden, disinergikan saja, jangan sendiri-sendiri," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (29/4).