Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyebut kepahlawanan versi generasi sekarang ialah berjuang melawan perilaku korup.
“Harus jujur, peduli, mandiri, disiplin, bertanggung jawab, sederhana, adil bahkan sabar,” ujar Wakil Ketua KPK, Saut Sitomorang seperti dikutip dari Antara, Jumat (10/11).
Saut pun menyindir para koruptor ialah orang yang mendapatkan sesuatu dengan tidak sabar. Sedangkan saat diciduk KPK, mereka melawan lembaga antirasuah ke proses praperadilan.
"Kalau orang tidak sabar kemudian melakukan sesuatu, kalau ketemu barang bukti ya dibawa ke depan pengadilan. Kemudian kalau kami di praperadilankan atau apapun bentuknya, itu adalah cara kita untuk lebih firm lagi jadi pahlawan antikorupsi. Saya pikir itu pesannya," sambungnya.
Salah satu petinggi KPK itu menegaskan, pahlawan saat ini tidak boleh takut menghadapi berbagai persoalan. Karena itu, ia memastikan lembaga antirasuah akan terus mendalami kasus mega proyek e-KTP. Bahkan, Saut menyebut akan ada penetapan tersangka baru dalam beberapa jam mendatang.
“Pahlawan tidak boleh takut. Oh iya, kasus (e-KTP) beberapa jam bisa jadi 48 jam tetapi kita tunggu saja (penetapan tersangka baru)," paparnya.
Sementara pelaporan atas dirinya oleh kubu Setya Novanto ke Bareskrim, ditanggapi dengan santai oleh Saut. Ia menyebut apa yang dialaminya masih belum seberapa dibandingkan oleh penyidik KPK, Novel Baswedan.
“Saya baru dilaporin, kalau dipenjara paling-paling dihukum berapa? 2 tahun. Dibandingkan Novel yang begitu (disiram air keras),” tandasnya.
Sebelumnya, pengacara Setya Novanto (Setnov), Fredrich Yunadi mengungkapkan bahwa penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirpidum) Bareskrim Polri telah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Surat tersebut ditujukan kepada terlapor Ketua KPK, Agus Rahardjo dan Wakil Ketuanya, Saut Situmorang terkait laporan polisi Nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim tertanggal 9 Oktober 2017.
Dalam laporannya itu, Fredrich menyebut kedua petinggi KPK itu telah melakukan tindak pidana memalsukan surat dan sekaligus penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP. Adapun dugaan surat palsu tersebut digunakan dalam rangka menjalankan tugas penganganan tindak pidana korupsi untuk menjerat kliennya.
Polemik kasus tersebut pun juga ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo. Sebelum bertolak ke ke Vietnam, kepala negara mengingatkan para penegak hukum tak membuat kegaduhan.
"Jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasar bukti dan fakta. Saya sudah minta dihentikan kalau hal-hal seperti itu, dihentikan," tegas Jokowi.