Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut moratorium pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah. Keputusan ini telah memicu berbagai tanggapan dan pertimbangan dari berbagai pihak, termasuk dari wakil rakyat di Senayan.
Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati, pembukaan moratorium ini, memberi kesempatan kepada pekerja migran Indonesia (PMI) kesempatan luas bekerja di luar negeri secara prosedural. Ia meminta pencabutan moratorium ini agar diikuti tegasnya peraturan bagi perlindungan PMI yang bekerja, khususnya di Timur Tengah.
Sebab, kata politikus PKS ini, lahirnya moratorium merespons banyaknya tindakan pelanggaran hak PMI. Baik jam kerja yang berlebihan, upah yang tidak adil hingga situasi kerja yang tidak aman.
"Penting bagi pemerintah memastikan langkah ini tidak membahayakan hak dan kesejahteraan pekerja migran. Langkah-langkah perlindungan yang kuat harus diimplementasikan, termasuk pengawasan yang lebih ketat terhadap kondisi kerja dan perlakuan terhadap pekerja migran," ujar Kurniasih di Jakarta, Jumat (25/8).
Kerja sama yang baik dengan negara-negara tujuan, kata dia, perlu ditingkatkan. Indonesia dan negara penempatan harus punya nota kesepahaman yang mengikat, terutama untuk perlindungan pekerja migran serta penyelesaian sengketa yang mungkin timbul.
"Di sini diperlukan proses diplomasi yang kuat dari sisi pemerintah agar hak-hak pekerja migran tetap terjamin," kata anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta II ini.
Pemerintah juga mencabut aturan tentang penempatan satu kanal untuk PMI di Timur Tengah. Artinya dibuka kembali keran bagi swasta dalam proses rekrutmen hingga penempatan.
Kurniasih menegaskan, peran swasta dalam proses pengiriman pekerja migran juga perlu diperhatikan. Perusahaan perekrut, kata dia, harus mematuhi standar etika dan kebijakan yang mengedepankan kesejahteraan pekerja migran.
"Pemerintah perlu menjelaskan langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk memastikan hak dan kesejahteraan pekerja migran dijamin," kata dia.