Rapat pimpinan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (8/8), menyetujui beberapa hal. Salah satunya, mengembalikan kewenangan subjektif superlatif MPR melalui ketetatapannya (TAP).
Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengklaim, kewenangan subjektif superlatif Tap MPR bisa menjadi jalan keluar ketika terjadi kebuntuan konstitusi ataupun deadlock antarcabang-cabang kekuasaan. Dicontohkannya dengan presiden yang memiliki kewenangan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) kala terjadi kedaruratan atau kegentingan memaksa.
"Misalnya, ketika terjadi kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan dengan lembaga DPR RI, kebuntuan politik antara pemerintah dan DPR RI dengan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK), serta jika terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang melibatkan MK mengingat sesuai asas peradilan yang berlaku universal, hakim tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri, maka MK tidak dapat menjadi pihak yang berperkara dalam sengketa lembaga negara," tuturnya dalam keterangannya.
Kedua, rapat pimpinan MPR menyepakati penyelenggaraan rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD untuk mempersiapkan rapat paripurna MPR tentang pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan Rancangan Keputusan MPR terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Rapat gabungan itu bakal digelar setelah Pemilu 2024, Februari mendatang.
Bamsoet, sapaan Bambang, rapat gabungan dilakukan usai pemilu agar situasi lebih kondusif dan bebas dari isu-isu liar, seperti perpanjangan masa jabatan presiden. MPR melalui Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan pun tetap melanjutkan kajian mendalam terkait amendemen UUD 1945.
Salah satu yang ingin diamendemen adalah Pasal 2 ayat (1) tentang keanggotaan MPR. Bunyi pasal itu saat ini adalah "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang".
"Khususnya untuk menghadirkan utusan golongan dalam keanggotaan MPR RI," ucap politikus Partai Golkar itu.
Utusan golongan pernah ada di MPR sebelum UUD 1945 mengalami perubahan yang keempat. Kala itu, utusan golongan terdiri dari Fraksi TNI/Polri dan Fraksi Utusan Golongan, yang merupakan perwakilan dari berbagai profesi. Kini, utusan golongan digantikan DPD.
Rapat pimpinan MPR tadi juga mengusulkan perubahan Pasal 33 ayat (3). "Juga memasukkan ruang udara dan bahkan ruang angkasa yang keseluruhannya dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat," kata Bamsoet.
Ketiga, rapat pimpinan MPR membahas persiapan Sidang Tahunan 2023 pada 16 Agustus. Sebagai tindak lanjut, pimpinan MPR akan mengadakan rapat konsultasi bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Rabu (9/8).
"Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2023 menjadi spesial karena menjadi sidang terakhir sebelum menghadapi Pemilu 2024," ujarnya.