DKI Jakarta dinilai lebih baik ketimbang 15 tahun yang lalu dalam penataan transportasi berkelanjutan. DKI Jakarta dalam lima tahun terakhir pun disebut mengalami perbaikan signifikan dalam sektor transportasi, seperti Bus Trans Jakarta, Mass Rapid Transit ( MRT), dan Light Rail Transit ( LRT).
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menyebut DKI Jakarta sudah bisa menjadi percontohan penataan transportasi bagi kota-kota lain di Indonesia.
Bahkan, lanjutnya, jalur sepeda pun diangun sepanjang 63 kilometer. Namun, jalur sepeda tersebut masih perlu pengawasan, karena aktivitas parkir di tepi jalan masih eksis. Juga pelanggaran ojek daring menggunakan jalur sepeda masih terjadi.
Ia pun meminta Gubernur Anies Baswedan agar menerapkan pengawasan untuk melindungi pesepeda. Misalnya, perlu dilengkapi batasan fisik sepanjang jalur sepeda yang dibangun.
“PR lain soal jalur sepeda masih menanti. Jalur sepeda yang kini disediakan masih perlu dipastikan faktor keamanan dan kenyamanannya bagi pengguna sepeda. Sekarang jalur sepeda tidak berkeselamatan, ini yang masih menjadi PR DKI Jakarta, yang artinya belum selesai,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (7/2).
Djoko menambahkan, hal lain yang perlu dibenahi adalah pengaturan ojek online (ojol) yang hingga kini masih berpolemik. Beberapa terminal penumpang juga masih perlu dibenahi, seperti Terminal Tanjung Priok dan Terminal Kampung Rambutan.
Djoko menyarankan, kebijakan pelat kendaraan bermotor ganjil genap yang telah berjalan segera diganti dengan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing atau ERP). Menurutnya, kebijakan pelat kendaraan bermotor ganjil genap dirasa kurang memberikan kontribusi dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan.
Sebab, sambung Djoko, kecenderungan warga membeli kendaraan bermotor yang berbeda pelat nomor kendaraan. Di sisi lain, juga ada upaya pemalsuan pelat nomor kendaraan bermotor bagi yang belum sanggup membeli.
“Sepeda motor masih menjadi kendala untuk merayu warga beralih menggunakan angkutan umum. Sekitar 75% populasi kendaraan bermotor di Jakarta adalah sepeda motor. Demikian halnya di daerah lain di Indonesia,” tutur Djoko.
Ia menyesalkan kebijakan larangan sepeda motor di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin dihapus. Padahal, ojek daring masih semrawut.
Djoko juga menyayangkan pengizinan kembali pedagang kaki lima (PKL) berjualan di Kawasan Stasiun Tanah Abang. Imbasnya, terang Djoko, terjadi kesemrawutan di trotoar, karena PKL tersebut sulit ditertibkan.
Di sisi lain, urainya, pembatasan sepeda motor di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin tetap dapat mengurangi simpul kemacetan, pelanggaran lalu lintas, dan jumlah kecelakan.
“Jadi, jangan sekali-kali masukkan transportasi menjadi janji politik yang destruktif (merusak). Karena akan ada yang dikorbankan di lapangan. Hal lain yang juga jadi PR dan perlu dipastikan adalah integrasi antar-moda serta penertiban trotoar dari pangkalan ojek, parkir mobil serta PKL,” pungkas Djoko.