Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim independen mengusut kasus penembakan 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Tim Independen sebaiknya dibentuk khusus oleh Presiden Jokowi untuk mengungkap secara jelas duduk perkara kejadian sebenarnya.
Tim independen diharapkan beranggotakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan unsur masyarakat.
“Kami berharap masyarakat mendapatkan seluruh informasi sebagai perwujudan hak keterbukaan informasi terhadap segala proses yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani perkara ini dan tim yang telah bekerja dari Komnas HAM, begitu pula bila dibentuk Tim Independen oleh Presiden,” ujar Busyro dalam keterangan pers virtual, Selasa (12/8).
Pembentukan tim independen seyogianya diberikan mandat untuk menguak peristiwa kekerasan dengan senjata api oleh kepolisian atau TNI.
“Bukan hanya untuk kasus meninggalnya 6 anggota FPI itu saja, sehingga dapat menjadi evaluasi terhadap kepatutan penggunaan senjata api oleh petugas keamanan terhadap warga negara di luar ketentuan hukum yang berlaku,” tutur Busyro.
Menurut Busyro, kasus terbunuhnya enam anggota FPI akibat tertembak polisi pada Senin (7/12) dini hari, seolah pengulangan terhadap berbagai peristiwa kekerasan senjata api aparat di luar proses hukum terhadap warga negara. Misalnya, penembakan terhadap pendeta Yeremia Zanambani di Papua atau terbunuhnya Qidam di Poso.
Pernyataan Polri tentang penembakan anggota FPI terkait proses penyelidikan informasi pengerahan massa dan pemanggilan Muhammad Rizieq Shihab perlu dievaluasi SOP-nya secara terbuka.
Transparansi kepada publik perlu disertai dengan penyerahan seluruh dokumennya kepada Komnas HAM atau tim independen untuk menimbang apakah penerapan prosedur penyelidikan Polda Metro Jaya sudah benar.
Diketahui, personel Polri terlibat peristiwa penembakan enam anggota FPI dalam keadaan operasi tertutup atau tanpa seragam dan tanda pengenal. Maka, perlu dijelaskan jenis kegiatan tersebut masuk dalam kategori penyelidikan atau kegiatan intelijen di luar proses penegakan hukum yang benar.
“Perbedaan jenis kegiatan penyelidikan dan kegiatan operasi intelijen menjadi penting untuk bisa menilai ketepatan penggunaan kekuatan senjata api dalam perkara ini sekaligus untuk mengukur kejelasan hasil pengamatan intelijen yang diperoleh oleh kepolisian,” ucapnya.